Siapa Sebenarnya Pencipta Kecerdasan Buatan (AI)?

Kamis 04-12-2025,19:47 WIB
Reporter : Dave Yehosua
Editor : Taufiqur Rahman

HARIAN DISWAY — Pertanyaan tentang siapa sesunggguhnya yang menciptakan kecerdasan buatan alias AI tidak bisa dijawab secara sederhana. 

Pasalnya, penemuan sebuah teknologi bukanlah kontribusi satu nama semata. Tapi merupakan proses pengembangan ilmu pengetahuan yang panjang dan ber-generasi.

Sama seperti penemuan radio tidak bisa sepenuhnya dikreditkan ke Marconi karena ada Popov dan Hertz yang sebelumnya meneliti tentang kehadiran gelombang radio. Atau telepon yang tidak bisa hanya dikreditkan pada Alexander Graham Bell karena sebelumnya ada nama-nama seperti Philipp Reis, Antonio Meucci, dan Elisha Gray yang telah melakukan penelitian serupa.  

Tak terkecuali untuk teknologi AI yang saat ini menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Tidak bisa dikreditkan pada satu nama saja. Ada perjalanan panjang dalam sejarah tentang berkembangnya konsep mesin yang bisa berpikir seperti manusia. Atau istilahnya "thinking machine". 

Alan Turing dan Teori Machine Learning 

Alan Turing adalah seorang matematikawan Inggris yang bisa dibilang "membuka pintu" bagi kecerdasan buatan. Konsep machine learning dibangun dari sebuah pertanyaan: bisakah mesin berpikir?

Tapi pertanyaan itu tidak muncul begitu saja. Waktu itu, Turing bekerja untuk badan intelijen Inggris MI6 untuk membantu memecahkan kode enigma, yakni sistem enkripsi militer Nazi Jerman yang sangat canggih. Dia tergabung dalam Government Code and Cypher School (GC&CS) yang bermarkas di Bletchley Park. 

Kode dan mesin enigma saat itu merupakan sistem enkripsi yang sangat canggih. Satu kali ketik, satu huruf akan dikonversi melalui serangkaian rotor, kabel, dan reflektor untuk bermutasi menjadi nomor-nomor random. Misalnya ketika kita mengetik A, maka huruf tersebut akan dienkripsi dan bisa menjadi huruf lain misalnya D atau T. 

Dengan rumitnya tingkatan enkripsi enigma, ada sekitar 1,6x10 pangkat 20 atau 159 quitiliun (1 quintilliun sama dengan seribu triliun) potensi kombinasi untuk memecahkan enkripsi dari satu mesin enigma. Alan Turing bersama rekan-rekannya bekerja untuk membaca pola enkripsi enigma sejak 1939 hingga 1942.

Namun, itu bukan total kesulitan yang dihadapi para pemecah kode. Triliunan kombinasi tersebut berganti setiap hari dengan setting rotor, cincin, dan kabel colok yang berubah-rubah setiap harinya, ada total 158x10 pangkat 20 atau 158,9 juta trilliun (hampir 158 sekstiliun, dengan 21 nol) potensi kombinasi yang harus dipecahkan. 

Turing bersama rekan-rekannya mendesain sebuah mesin jenius yang dinamakan Bombe. Tugas bombe setiap hari adalah menemukan setting rotor dan papan colok mesin enigma untuk hari itu. Caranya dengan melakukan deduksi, mengeliminasi probabilitas rendah, melakukan pengujian terhadap berbagai kombinasi secara otomatis hingga seting rotor hari itu terpecahkan.   

Karena Bombe melakukan hal-hal logis yang lazimnya cuma bisa dilakukan oleh manusia, maka Bombe bisa disebut sebagai cikal bakal "mesin yang berpikir". 


Alan Turing, matematikawan Inggris berpose di depan mesin Bombe bikinannya dan teman-temannya --handla

Pasca perang atau tepatnya di tahun 1950, Turing menerbitkan makalah Computing Machinery and Intelligence, lalu memperkenalkan yang kini kita kenal sebagai Turing Test. Sebuah konsep yang menguji apakah sebuah mesin mampu berpikir layaknya manusia. 

BACA JUGA:Adobe Integrasikan Model AI Gemini 3 Nano Banana Pro ke Photoshop dan Firefly

BACA JUGA:Bocoran iOS 27 Ungkap Lompatan Performa dan Fitur AI Baru untuk 2026

Kategori :