HARIAN DISWAY - Pertanyaan besar mengenai penyebab banjir bandang di Pulau Sumatra terus mengemuka. Ratusan kayu gelondongan terbawa arus, menumpuk di jembatan dan permukiman.
Keberadaan kayu-kayu tersebut memunculkan dugaan bahwa kerusakan hutan memiliki peran penting dalam memperparah dampak bencana.
Pemerintah pusat kini bergerak menelusuri asal-usulnya, meski jejak kerusakan ekologis di hulu telah lama menjadi persoalan struktural yang diabaikan.
BACA JUGA:Pemerintah Belum Mau Buka Bantuan Internasional untuk Banjir Sumatra
BACA JUGA:Rayakan Natal, Alumni Trisila Galakkan Aksi Sosial untuk Korban Bencana di Sumatra
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memastikan penyelidikan dilakukan secara terukur.
“Satgas Penertiban Kawasan Hutan sudah turun tangan menelusuri dugaan kayu gelondongan yang banyak terbawa arus banjir,” ujarnya di Halim Perdanakusuma, Jakarta, dikutip Kamis, 3 Desember 2025.
Pemerintah menyebut penggunaan citra satelit sebagai strategi utama. Namun, penggunaan teknologi tinggi untuk memetakan bukaan hutan sesungguhnya memperlihatkan ironi.
Ya, kerusakan ekologis yang kini ditelusuri lewat satelit adalah akibat dari kebijakan tata ruang dan pengawasan kehutanan yang longgar dalam jangka panjang.
BACA JUGA:Menkomdigi Pastikan 90 Persen Sinyal di Wilayah Bencana Sumatra Sudah Pulih
BACA JUGA:Ramai Desakan Status Bencana Nasional untuk Banjir Sumatra, Begini Syarat dan Prosedur Lengkapnya!
Sejumlah foto yang beredar menunjukkan kayu terpotong rapi. Hal itu mengindikasikan adanya aktivitas alat berat. Bukan sekadar pohon tumbang alami.
Sementara itu, Polri menyatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak awal bencana.
“Besok kami menggelar rapat untuk menurunkan tim gabungan guna melakukan penyelidikan dan pendalaman,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “Jika ada pelanggaran hukum, akan diproses.”
Bareskrim Polri telah memulai penyelidikan awal, tetapi pemerintah mengakui bahwa asal pasti kayu-kayu tersebut masih menjadi teka-teki.