BRI Genap 130 Tahun: Lahir dari Kas Masjid, Kini Jadi Pilar Ekonomi Nasional

Kamis 04-12-2025,22:10 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Mohamad Nur Khotib

HARIAN DISWAY - Bank Rakyat Indonesia (BRI) memasuki usia 130 tahun pada 16 Desember 2025. Bank ini lahir bukan dari modal besar, melainkan dari kepedulian seorang patih di Purwokerto, Raden Aria Wirjaatmadja, yang ingin menyediakan akses keuangan adil bagi pegawai pribumi.

Ya, BRI lahir dengan membawa misi sebagai bank untuk rakyat. Didirikan pada 16 Desember 1895 oleh seorang Patih di Purwokerto yakni Raden Aria Wirjaatmadja.

Lembaga awal yang bernama Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Pertolongan dan Tabungan Priyayi Purwokerto) itu bermula dari kebutuhan menyediakan akses keuangan yang adil bagi pegawai pribumi.

BACA JUGA:BRI Rilis Indeks Bisnis UMKM Q3-2025, Tunjukkan Ekspansi dan Optimisme Pelaku Usaha

BACA JUGA:BRI Gandeng SOGO, UMKM Masuk Ritel Modern lewat Grand Launching di Central Park

Sebelum terbentuknya lembaga resmi tersebut, Raden Aria Wirjaatmadja diketahui telah beberapa kali memberikan bantuan pribadi. 

Kala itu, berita tentang uluran tangan Raden Aria Wirjaatmadja sangat cepat menyebar di masyarakat. 

Sayangnya, tingginya permintaan bantuan membuat dana pribadi yang berhasil Raden Aria Wirjaatmadja sisihkan tidak lagi mencukupi.

Alhasil, melihat kebutuhan yang terus meningkat, Raden Aria Wirjaatmadja berdiskusi dengan orang-orang kepercayaannya seperti Atma Sapradja, Atma Soebrata, dan Djaja Soemitra untuk mencari sumber pendanaan lain. 

BACA JUGA:Batik Siger Lampung Berkembang di Rumah BUMN BRI

BACA JUGA:Program CSR BRI Raih Dua Penghargaan Internasional, Tegaskan Komitmen pada Keberlanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dari pertemuan itu, akhirnya muncul gagasan memanfaatkan kas Masjid Purwokerto. Dukungan penuh akhirnya datang dari Penghulu Masjid Purwokerto, Kiai Mohammad Redja Soepena, serta persetujuan Asisten Residen E. Sieburgh. 

Mereka melihat bahwa tujuan penggunaan kas masjid tersebut mulia dan yakin bahwa dana akan kembali. Bahkan, E. Sieburgh menyarankan pembentukan satu komisi pengelola yang dipimpin langsung oleh Raden Aria Wirjaatmadja.

Namun, upaya ini harus terhenti karena aturan pemerintah Hindia Belanda yang melarang penggunaan dana masjid untuk kepentingan di luar kegiatan ibadah. 

Meski begitu, penghentian tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik. 

Kategori :