HARIAN DISWAY - Kristen Stewart kembali menengok perjalanan kariernya. Termasuk melihat kembali waralaba Twilight yang melejitkan namanya.
Menjelang perilisan debut film panjang garapannya, The Chronology of Water, Stewart mengungkap alasan mengapa ia sempat merasa “kasihan” kepada para sutradara yang menangani sekuel-sekuel Twilight setelah film pertama.
Dalam wawancara terbarunya dilansir The Hollywood Reporter, Stewart menjelaskan bahwa film Twilight (2008) besutan Catherine Hardwicke memiliki ciri khas yang sangat personal dan kuat.
Menurutnya, Hardwicke sukses menggabungkan visi artistik dengan tuntutan film blockbuster. Tanpa kehilangan sentuhan pribadi.
BACA JUGA:Kejutan Kristen Stewart, Kemarahan Fans Lady Gaga Setelah Nominasi Oscar 2022
BACA JUGA:Suka Mickey 17? Ini 4 Film Robert Pattinson Bergenre Fiksi Ilmiah yang Wajib Ditonton!
“Film Twilight yang pertama adalah miliknya Catherine. Itu benar-benar mencerminkan dirinya. Catherine mewujudkannya dengan sangat baik,” ujar Stewart.
Siapa pun tahu, film Twilight awalnya diperankan oleh Kristen Stewart (kiri) dan Robert Pattinson. Tampak keduanya dengan Catherine Hardwicke (kanan) di sebuah momen pada 2008. -People-
Dia menegaskan betapa sutradara tersebut mampu mempertahankan identitas kreatif di tengah tekanan produksi studio besar.
Namun, Stewart mengakui bahwa menjaga suara dan visi pribadi dalam sebuah waralaba raksasa adalah tantangan berat.
“Mampu bertahan dan mengatur begitu banyak opini, lalu tetap menghasilkan sesuatu yang terasa seperti milikmu, itu hampir mustahil,” katanya.
BACA JUGA:Sinopsis Mickey 17, Thriller Sci-Fi Karya Bong Joon Ho yang Dibintangi Robert Pattinson
BACA JUGA:The Brave and the Bold: Batman Baru DCU Bukan Robert Pattinson
“Ketika terlalu banyak suara dan ekspektasi, tidak ada yang terasa personal,” tambahnya. Pemeran Bella Swan itu kemudian mengenang proses penggarapan empat film lanjutan: New Moon (Chris Weitz), Eclipse (David Slade), serta Breaking Dawn bagian 1 dan 2 (Bill Condon).
Stewart mengungkapkan bahwa dia sering bertanya-tanya. Apakah para sutradara tersebut benar-benar merasa memegang penuh kendali artistik atas film-film yang mereka garap?