Guru adalah insan pembelajar sepanjang hayat. Menjadi guru mewajibkan seseorang untuk terus memperbarui informasi. Informasi itulah yang akan terus memupuk inspirasi bagi siswanya. Inspirasi itulah yang akan menjadi pemantik alam bawah sadar (baca: potensi) siswa untuk mengarungi kehidupan.
NILAI KEHIDUPAN
Inspirasi dari seorang guru itulah yang tidak akan terkalahkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI). Guru berdiri di depan kelas menjadi sosok inspiratif. Merekalah yang membuka cakrawala ilmu (masa depan) bagi siswanya.
Merekalah yang memupuk motivasi di saat siswa kurang bersemangat; mereka juga yang pertama menyambut dengan senyum hangat saat siswa mampu melakukan banyak hal. Itulah potret ”keguruan” yang akan terus hadir dalam kehidupan kemanusiaan.
Nilai kehidupan pun perlu tersemai dari kebajikan seorang guru. Guru adalah inspirasi hidup bagi siswanya. Dari merekalah seorang siswa mau menjadi apa di masa depan.
Pun, dari merekalah anak bangsa dapat melakukan proyek kebangsaan, kenegaraan, dan kemanusiaan. Sungguh, guru mempunyai tanggung jawab utama dalam mengarusutamakan masa depan bangsa.
Saat masa depan bangsa berada di tangan guru, kemuliaanya perlu ”dibayar” oleh pemerintah. Tentunya, tidak bijak saat kita mendengar banyak guru hanya dibayar seadanya. Membayar guru seadanya berarti membiarkan masa depan bangsa terancam.
Sebaliknya, memuliakan mereka dengan gaji dan tunjangan yang memadai menjadi lampu hijau kebaikan dan kebajikan bangsa, negara, dan kemanusiaan.
Guru dengan demikian adalah insan yang terus belajar. Bahkan, mereka harus belajar selangkah lebih daripada siswanya. Walaupun guru lebih tahu ilmu karena lebih dahulu membaca dan mengalami, siswa perlu didengar.
Pasalnya, mereka juga belajar dengan segala keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Cara belajar siswa pun selaras dengan laju zaman. Itulah tantangan seorang guru untuk terus memperbarui ilmu dan pendekatan. Ilmu dan pendekatan baru itu penting sebagai upaya ”mengimbangi” zaman yang terus bergerak.
KESEJAHTERAAN GURU
Lebih lanjut, kesejahteraan guru pun menjadi amanat kebangsaan yang perlu segera ditunaikan. Dongeng guru mulia, pengabdian ilmu, sederhana, memang baik. Namun, kisah indah itu perlu dibingkai dengan kehidupan kemaslahatan. Artinya, guru benar sejahtera lahir dan batin.
Kisah heroik seorang guru memang indah dinarasikan. Namun, keutamaan mereka sebagai ”guru” perlu mendapat penghargaan.
Usaha Profesor Mu’ti menyejahterakan guru perlu mendapat dukungan dari semua kalangan. Kesejahteraan guru bukan hanya kewenangan Mendikdasmen, melainkan seluruh kementerian/lembaga perlu mendukung kebijakan itu.
Tunjangan profesi guru yang masih dibayarkan tiga bulan sekali perlu mendapat perhatian. Upaya Profesor Mu’ti untuk membayarkan langsung setiap bulan perlu didukung oleh, misalnya, Kementerian Keuangan dan gubernur/bupati. Terutama tunjangan profesi guru non-ASN.
Guru non-ASN dengan berbagai rupa sebutan (guru kontrak, guru honorer, guru yayasan, dan seterusnya). Pemerintah perlu memastikan tunjangan sebesar Rp2 juta per bulan itu terkirim tepat waktu dan mempunyai kemanfaatan.