Pernikahan yang Tidak Sah Menurut Hukum Islam dan Negara, Apa Saja?

Minggu 21-12-2025,18:26 WIB
Reporter : Mutia Putri Syahira
Editor : Indria Pramuhapsari

HARIAN DISWAY - Pernikahan adalah momen sakral yang menandai awal kehidupan berkeluarga. Berbagai hal dipersiapkan untuk menyambut momen tersebut. Baik secara fisik, mental, maupun administratif.

Namun, tidak semua pernikahan otomatis sah menurut hukum Islam dan hukum negara. Beberapa jenis pernikahan dianggap tidak resmi karena melanggar syariat atau aturan administrasi.

Karena itu, penting bagi calon pengantin untuk memahami hak dan kewajiban mereka sebelum membina rumah tangga bersama.

Mengetahui jenis-jenis pernikahan yang dilarang juga membantu mencegah masalah hukum atau sengketa di kemudian hari.

BACA JUGA:Nikah Siri: Antara Keimanan, Cinta, dan Ironi Hukum Perkawinan

BACA JUGA:Sudah Nikah Siri, Wakil Rakyat Terpikat Pemandu Lagu

Berikut ini jenis-jenis pernikahan yang tidak sah menurut hukum Islam dan negara:

1. Pernikahan Tanpa Pencatatan Resmi (Nikah Siri)


PERNIKAHAN SIRI bisa sah menurut agama, tapi tidak diakui negara, sehingga hak pasangan dan anak rawan masalah hukum.-freepik-

Pernikahan siri adalah pernikahan yang dilaksanakan menurut syariat Islam, namun tidak dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).

Walaupun secara agama bisa dianggap sah oleh sebagian ulama, pernikahan ini tidak memiliki kekuatan hukum negara. 

Undang‑Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatat sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.

BACA JUGA:Tantangan, Strategi, dan Pertimbangan untuk Menjalani Hubungan Pacaran Beda Agama

BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Aplikasi Jodoh Kristen, Solusi Anti Pacaran Beda Agama

Akibatnya, pasangan dan anak dari pernikahan siri memiliki status hukum yang lemah dalam administrasi negara. 

2. Pernikahan Beda Agama


PERNIKAHAN BEDA AGAMA tidak diakui secara hukum nasional dan dianggap haram menurut fatwa MUI.-freepik-

Pernikahan antara dua orang yang menganut agama berbeda secara umum tidak diatur dalam Undang‑Undang Perkawinan Indonesia, sehingga belum bisa dicatat secara sah oleh negara. 

Dalam hukum Islam, nikah beda agama juga dinyatakan haram dan tidak sah menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena kontradiksi keyakinan dan ajaran agama masing‑masing.

Beberapa kasus menunjukkan bahwa pasangan beda agama mencoba mendapatkan putusan pengadilan agar pernikahan mereka diakui negara, tetapi ini masih menjadi area hukum yang kompleks dan penuh perdebatan.

BACA JUGA:MUI Apresiasi Langkah MA Larang Pernikahan Beda Agama

BACA JUGA:MA Terbitkan SEMA Larangan Pernikahan Beda Agama, Pengadilan Surabaya Hingga Jakarta Selatan Pernah Sahkan

3. Pernikahan di Bawah Umur Tanpa Izin


NIKAH DI BAWAH UMUR tanpa izin pengadilan dapat dibatalkan, karena fisik, mental, dan sosial calon pengantin belum siap.-freepik-

Perkawinan yang melibatkan calon pengantin di bawah usia yang ditetapkan undang‑undang dapat dianggap tidak sah atau batal demi hukum.

Undang‑Undang Perkawinan menetapkan batas usia minimum menikah untuk menjamin kesiapan fisik, mental, dan sosial pasangan. 

Jika salah satu pihak belum memenuhi syarat usia dan tidak mendapatkan dispensasi dari pengadilan, maka perkawinan tersebut dapat dipersoalkan secara hukum. 

4. Pernikahan dengan Halangan Hukum 


PERNIKAHAN antara anggota keluarga dekat dilarang syariat dan hukum negara, demi perlindungan nasab dan ketertiban sosial.-freepik-

Islam dan hukum positif Indonesia tegas melarang pernikahan antara anggota keluarga dekat, misalnya antara saudara kandung atau antara orang tua dan anak.

BACA JUGA:Kepastian Hukum di Pernikahan Beda Agama

BACA JUGA:Pernikahan Beda Agama Sudah Pernah Terjadi

Hal ini termasuk bentuk pernikahan yang tidak sah dan harus dibatalkan karena melanggar syariat dan ketentuan hukum nasional. 

Larangan tersebut tidak hanya berdasar pada etika dan moral, tetapi juga terkait perlindungan nasab (garis keturunan) dan ketertiban sosial. 

5. Pernikahan dengan Syarat yang Tidak Dipenuhi


AKAD NIKAH tanpa wali, saksi, atau ijab qabul yang sah bisa membuat pernikahan dianggap tidak sah menurut Islam dan negara.-freepik-

Islam mensyaratkan adanya rukun nikah, seperti persetujuan kedua pihak, wali yang sah, dua saksi, dan ijab qabul yang jelas. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, akad nikah bisa dinilai tidak sah menurut hukum Islam. 

Selain itu, dalam konteks negara, pernikahan juga harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang (seperti pegawai pencatat nikah). Tanpa itu, negara tidak akan mengakui pernikahan tersebut.

BACA JUGA:Bridal Shower, Tradisi Penuh Makna Menyambut Pernikahan

BACA JUGA:Pernikahan Dini di Lombok Tengah, Nilai Adat Kalahkan Hukum Positif Negara

6. Pernikahan yang Bertentangan dengan Undang‑Undang Perkawinan


PENCATATAN RESMI di KUA penting agar pernikahan memiliki kekuatan hukum negara, sehingga hak-hak perdata tidak terlindungi.-freepik-

Undang‑Undang Nomor 1 Tahun 1974 secara eksplisit menetapkan bahwa perkawinan yang dicatat harus dilakukan menurut hukum agama yang dianut dan dicatatkan secara resmi.

Jika suatu pernikahan dilakukan tanpa memenuhi kedua syarat tersebut, negara bisa menyatakan pernikahan itu tidak sah atau batal demi hukum.

Akibatnya, pasangan tidak memperoleh hak-hak hukum seperti warisan, hak nafkah, dan status anak yang sah di mata negara.

Apa Akibatnya Jika Pernikahan Tidak Sah?

Ketika pernikahan tidak diakui hukum negara, pasangan tidak mendapatkan hak‑hak perdata yang biasa timbul dari status suami‑istri.

BACA JUGA:Mengenal Perbedaan Tradisi Pernikahan Tionghoa Sangjit dan Tingjing

BACA JUGA:Undang-undang Pernikahan Sesama Jenis Disahkan, Lebih dari 100 Pasangan Menikah Massal di Thailand

Seperti hak waris, pembagian harta bersama, nafkah sesuai hukum, atau pengakuan anak secara administratif.

Contohnya, anak yang lahir dari pernikahan yang tidak sah dianggap sebagai anak di luar perkawinan menurut hukum negara.

Meskipun demikian, orang tua masih dapat mengupayakan bukti hubungan nasab melalui pengadilan. Namun, proses ini seringkali rumit dan membutuhkan waktu serta bukti yang kuat agar hak-hak anak dan orang tua dapat diakui secara resmi.

Pernikahan bukan sekadar upacara atau tradisi, tetapi juga komitmen yang diakui oleh agama dan negara.

BACA JUGA:Kemenag Tepis Isu soal Larangan Pernikahan di Hari Libur

BACA JUGA:Pernikahan Anak di Jatim Masih Tinggi

Mengetahui jenis-jenis pernikahan yang tidak sah penting agar pasangan dapat melindungi hak, kewajiban, dan masa depan keluarga mereka.

Dengan memahami aturan syariat dan hukum nasional, setiap pasangan bisa memastikan pernikahan berjalan lancar, sah secara agama, dan diakui negara, sehingga menciptakan rumah tangga yang harmonis dan terlindungi secara hukum. (*)

*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

 

Kategori :