Sanjita, Racikan Akulturasi Tionghoa-Jawa untuk Momen-Momen Istimewa

Sanjita, Racikan Akulturasi Tionghoa-Jawa untuk Momen-Momen Istimewa

NUANSA ANGGUN koleksi Sanjita rancangan Aldion Soe Prijono diperagakan oleh Susan (kiri) dan Sise di Kelenteng Ling Hok Bio, Semarang.-Boy Slamet-Harian Disway-

Aldion Soe Prijono, desainer dari Semarang, Jawa Tengah, menggali kekuatan unsur batik Pekalongan yang diraciknya dengan gaya gaun bernuansa Tionghoa. Hasilnya adalah Sanjita.

 

’’KAPAN seorang perempuan harus menunjukkan citra diri dewasa, siap menempuh babak baru kehidupannya, tetapi tetap menampakkan jiwa muda yang cantik mempesona? Saat lamaran, bukan?’’ kata Aldion Soe Prijono, 15 Februari lalu.

 

Ya, tepat sekali. Momen lamaran adalah saat istimewa. Ini adalah sebuah persimpangan antara masa remaja menuju masa dewasa. Momen tatkala perempuan menyatakan diri siap untuk menempuh bahtera rumah tangga. Saat ketika wanita menyiapkan dirinya membentuk mahligai rumah tangga bersama orang terkasih.

 

Itulah yang mendasari Aldion ketika merancang salah satu koleksi termutakhirnya: Sanjita.

 

’’Sanjita itu saya ambil dari kata sangjit,’’ ucap lelaki yang juga punya latar belakang sebagai konsultan perpajakan dan akuntan tersebut.

 

Sangjit adalah prosesi adat budaya Tionghoa. Sangjit adalah rangkaian lamaran dan seserahan sebelum para mempelai melangkah secara resmi dalam pernikahan. Lazimnya, calon mempelai mengenakan baju cheongsam alias qipao berwarna merah. Lambang kegembiraan. Juga kemewahan.

 

’’Lewat koleksi Sanjita ini, saya hadirkan nuansa lain. Warna tidak harus merah. Putih juga bisa menunjukkan rasa yang elegan. Tulus. Suci,’’ ucap Aldion.

 

Tentu saja, Aldion masih mempertahankan cita rasa qipao dalam rancangannya tersebut. Itu tampak pada potongan baju yang mempertahankan bentuk tubuh pemakainya. ’’Masih press body seperti qipao. Jadi tetap kelihatan ramping. Tetap kelihatan muda,’’ kata Aldion.

 

Cita rasa qipao itu juga dimunculkan dalam kerah Shanghai yang berdiri, melingkupi leher jenjang pemakaiannya. Ini tampak misalnya dalam salah satu koleksi longdress dengan belahan tinggi di bagian depan. ’’Biasanya qipao punya belahan di pinggir. Tetapi, ini saya buat di tengah,’’ ujarnya.

 

Kerah Shanghai itu juga terlihat dalam salah satu gaun yang berhias sayap menyerupai selendang. Terlihat sangat anggun. Meski begitu, Aldion juga berani bermain-main dengan kerah V-line yang membuat pemakainya tampak seksi. 

KOLEKSI SANJITA ditampilkan Aldion Soe Prijono (kanan) di Hartono Mall Yogyakarta, Desember 2021.
Foto: Aldion Soe Prijono untuk Harian Disway

 

 

Yang menarik adalah keberanian Aldion mengawinkan budaya Jawa dan Tionghoa melalui detail busana rancangannya. Motifnya adalah batik Pekalongan. ’’Sehingga, saya harus mengamati motif batik itu dengan teliti. Lalu memutuskan mana yang harus dipakai jadi kerah. Mana yang jadi aksen depan. Mana yang jadi penguat bawah gaun yang berpotongan mermaid,’’ ujar Aldion.

 

Motif batik itu juga tidak dibiarkan apa adanya. Aksennya diperkuat dengan hadirnya manik-manik yang diaplikasikan sesuai motif batik tersebut. ’’Biar lebih keluar,’’ ujarnya.

 

Di sini, Aldion ingin memberi penegasan bahwa Indonesia pun punya kekayaan desain busana yang dahsyat. Dengan teknik padu-padan yang tepat, batik bisa diaplikasikan menjadi berbagai macam baju untuk berbagai kesempatan istimewa. (Doan Widhiandono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: