Jalan Macet

Jalan Macet

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

 

KEMACETAN terjadi di mana-mana. Bahkan di jalan yang konon bebas dari hambatan –jalan tol. Baik di jalan menjelang masuk tol alias gerbang tol maupun saat akan keluar tol (exit toll). Bukan karena ada kecelakaan, melainkan murni lantaran volume kendaraan. Barisan kendaraan yang terhenti sampai mengular labih dari 1 kilometer.

Arus mudik dan balik Lebaran dituding sebagai penyebabnya. Lebaran 2022 memang terasa sangat berbeda. Lebih istimewa. Kasus korona sudah melandai. Pemerintah pun memperbolehkan masyarakat mengunjungi sanak famili di kampung-kampung dan desa-desa.

Sebelumnya, dua tahun berturut-turut (2020-2021), masyarakat sangat dilarang untuk pulang kampung. Itu imbas Covid-19 yang masih mengganas. Warga yang divaksin juga masih terbatas.    

Begitu lampu hijau dinyalakan pemerintah, euforia menyeruak. Penutup sumbatan terlepas. Korona seakan-akan sudah mengelupas, hilang ditelan bumi.

Bila dibandingkan dengan Idulfitri tahun-tahun terdahulu –bahkan sebelum Covid melanda dunia– pergerakan manusia kali ini lebih masif. Jutaan manusia dari kota ke desa, dari luar negeri ke dalam negeri, menyesaki jalanan, terminal bus, pelabuhan kapal laut, dan bandar udara. Mereka mengalir bak semut beriringan. 

Sayang, aliran itu terkendala kemacetan. Tengoklah pemberitaan yang menghiasai media massa. Tidak sedikit televisi, radio, media cetak, dan media daring yang menyebutkan –di judul mereka– bahwa ”jalan macet”, ”tol macet”, dan ”akses macet”.

Adakah yang janggal dengan penyebutan istilah ”jalan macet”? Rasanya tidak ada. Toh, kita biasa pula berdalih jika terlambat datang ke suatu acara dengan mengatakan, ”Maaf, jalannya macet.”

Namun, bila kita cermati lebih dalam, ada salah kaprah di gabungan kata ”jalan macet” tersebut. Sebab, saat mendapati kata ”macet”, asosiasi yang seharusnya otomatis terbangun di pikiran kita berhubungan dengan sesuatu yang bergerak, berjalan, berlari, beroperasi, bekerja, bereaksi, atau mengalir. Padahal, jalan itu seperti patung.

Secara sederhana, jalan (road) bisa diartikan sebagai tempat untuk lalu lintas orang (kendaraan dan sebagainya). Contoh kalimat: Mobil kami melewati ”jalan” yang sempit dan berbelok-belok.  

Dengan begitu, bagaimana mungkin sesuatu yang diam mengalami kemacetan.

Sekali lagi, begini cara memahami ”jalan macet” agar kesalahannya tidak makin kaprah. Ada yang mengalir. Akan tetapi, kemudian alirannya tidak lancar karena ada suatu penghalang. Malahan, terhenti sama sekali. Itulah macet.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memerinci dengan memberikan tiga makna untuk ”macet”. Yakni, pertama, tidak dapat berfungsi dengan baik (tentang rem, mesin, dan sebagainya); sendat; serat. Contoh kalimat: Rem mobilnya macet.

Kedua, terhenti; tidak lancar. Contoh kalimat: Pembongkaran saluran air menyebabkan lalu lintas macet; Usahanya macet; Air leding sedang macet.

Ketiga, situasi ketika komputer berhenti bekerja dan tidak dapat bereaksi terhadap masukan dari papan ketik atau tetikus. Makna tersebut berkaitan dengan dunia komputer.

Pertanyaannya, apakah jalan itu mengalir sehingga bisa macet? Mengalir berarti ada perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari wilayah satu ke wilayah lainnya. Dari daerah satu ke saerah lainnya. Ada pergerakan. Padahal, jalan tak pernah bergerak. Apalagi berjalan. Sejak zaman bahela, jalan itu diam. Bergeming.

Kalaupun bergerak, berarti jalan itu mengalami fenomena anomali. Yakni, sinkhole. Itu pun bergeraknya bukan maju atau mundur. Melainkan ke bawah. Ambles. Pada Selasa malam, pukul 21.49 WIB, 18 Desember 2018, di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, terjadi peristiwa tak terduga. Terdengar gemuruh sekitar 15 detik. Kemudian, menyusul jalan ambles. Panjang lubang mencapai 100 meter dengan kedalaman 10–15 meter. 

Selain itu, ambles bisa terjadi karena kondisi tanah yang menopang jalan kurang stabil. Contohnya, ruas tol Cipali ambles sepanjang 40 meter pada Selasa (9 Februari 2021) pukul 03.00 WIB. Menurut pihak PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), faktor penyebeb pergerakan tanah adalah material timbunan yang kurang padu atau mudah tererosi.

Ambles juga bisa terjadi gara-gara gempa bumi. Tanah goyang. Misalnya, gempa di Maluku Tengah pada Rabu siang, pukul 13.43 Wita, 16 Juni 2021. Tanah ambles di Dusun Mahu, Desa Tehoru, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.

”Ada tanah yang ambles cukup dalam di dekat rumah warga di dusun kami dan sempat membuat warga panik,” ujar Kepala Desa Tehoru Hud Silawane kapada pers Rabu (16-6-2021). Menurutnya, tanah ambles terjadi di dua lokasi. Kedalamannya 6 hingga 8 meter.        

Ambles merupakan peristiwa yang tidak direncanakan, tidak disengaja. Sedangkan dalam istilah bergerak, ada niat disengaja. Sengaja maju. Sengaja mundur. Atau sengaja naik, turun, berbelok, memutar, dan lain-lain. Jadi, ambles merupakan pergerakan yang tidak terduga alias kebetulan. Bahkan tidak diinginkan.       

Dengan demikian, gabungan kata apa yang tepat untuk mengganti ”jalan macet”? Kita bisa pakai ”lalu lintas macet”. Rumusnya, semua yang dapat bergerak, berjalan, berlari, beroperasi, bereaksi, atau mengalir bisa macet. Atau mampet, terhenti, tersendat, terhalang, tersumbat, tersumpal, tertahan, atau terdiam. (*)

*) Penulis adalah editor bahasa Harian Disway.

Sumber: