Bajo Cokelat
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
SEBETULNYA saya ingin melanjutkan tulisan saya pekan lalu. Tentang reinventing Indonesia. Namun, kayaknya ini lebih penting. Terkait membangkitkan kembali ekonomi Indonesia.
Sejak pandemi melandai, ekonomi kita menunjukkan tanda-tanda bangkit. Tidak perlu susah-susah mencari bukti. Lihat saja arus mudik Lebaran yang baru saja berlalu.
Rasanya sudah seperti tak pernah ada pandemi. Rasanya seperti tidak ada persoalan ekonomi meski dihantam pandemi Covid-19 selama dua tahun.
Tol macet di mana-mana. Pelabuhan penuh sesak. Tiket pesawat melesat harganya sampai tidak masuk akal. Kereta api penuh jauh hari sebelum libur panjang Lebaran tiba.
Pasca-Lebaran kebetulan ada undangan rapat koordinasi (rakor) PTPN Group. Di Labuan Bajo. Destinasi wisata baru yang dijadikan prioritas pengembangan oleh Presiden Jokowi.
Pilihan Labuan Bajo juga sesuai program pemerintah. Terkait menghidupkan kembali geliat wisata. Yang ujungnya juga untuk menggairahkan kembali ekonomi nasional.
Maka, ratusan orang dari seluruh Indonesia kembali meramaikan Labuan Bajo. ”Sudah kembali berdatangan ke sini. Meski belum seramai sebelum Covid,” kata Zaki, ranger Komodo National Park.
Memang banyak pihak digerakkan untuk menghidupkan kawasan wisata. Yang ketika dua tahun pandemi paling terasa dampaknya. Sektor paling termehek-mehek akibat pagebluk.
Tentu juga Labuan Bajo. Salah satu kawasan pengembangan pariwisata yang menjadi prioritas Jokowi. Kawasan yang menawarkan eksotisme alam dan warisan binatang konservasi.
Saya pun baru sekali ini ke Labuan Bajo. Juga baru sekali ke Pulau Komodo. Pun pula ke pulau kalong dan tempat snorkeling di Kawanua. Tempat-tempat yang keren dan layak dikunjungi.
Kalau terasa kurang, itu ekosistem wisatanya. Masih perlu mengejar Bali dan Lombok. Yang lebih dulu menjadi destinasi nge-hit selama ini. Misalnya, hospitality dan kelengkapan penunjang pariwisata.
Misalnya, ada kejadian lucu saat gala dinner peserta rakor PTPN Group. Baru saja acara dimulai, tiba-tiba ada petugas berbaju cokelat yang naik panggung. Melarang acara digelar. Karena tidak berizin.
Peristiwa itu terjadi di Asanti Beach. Kawasan yang memang sering dipakai untuk menggelar acara dengan suasana pantai. Seperti acara-acara pesta dengan menghadirkan hiburan dan penyanyi.
Padahal, acara itu menghadirkan penyanyi Rossa. Padahal, acara itu membuat sejumlah hotel di Labuan Bajo penuh untuk beberapa hari. Juga, membuat penyewaan mobil laris semua. Padahal, acara itu mengerahkan tenaga EO dari Pulau Dewata.
Pokoknya, bikin kawasan tersebut terasa hidup kembali. Tidak lagi mati suri seperti saat pandemi. Karena itu, pasti banyak warga yang diuntungkan. ”Sejak pengembangan Labuan Bajo, warga sini ikut berkembang,” kata seorang pemandu wisata.
Semestinya, petugas di kawasan wisata juga punya kepekaan ekonomi. Bukan hanya mengedepankan penertiban keamanan. Yang sebetulnya tidak sejalan dengan program pemerintah pusat.
Aparat keamanan di kawasan pengembangan pariwisata mesti punya jiwa berbeda. Tak sekadar menegakkan hukum. ”Kalau ada masalah, semestinya diselesaikan di balik panggung. Tidak seperti ini,” kata seorang pejabat BUMN dari Jakarta.
Atau mungkin petugas itu tak berkoordinasi dengan atasannya. Atau lupa memperhatikan informasi dari pemerintah pusat. Yang telah menjadikan pandemi menjadi endemi. Yang tetap disarankan ikut protokol kesehatan meski dalam pengendalian longgar.
Apalagi, bagi kawasan wisata yang dua tahun kembang kempis akibat pandemi. Seperti Labuan Bajo yang alamnya sangat indah untuk dikunjungi itu.
Bajo menyimpan potensi sangat besar menjadi destinasi hebat. Alamnya luar biasa. Pulau-pulau dan pantainya eksotis. Hamparan padang sabana berpadu dengan air laut yang biru. Alam bawah lautnya juga keren.
Bajo punya modal sosial menjadi destinasi wisata unggulan. Masyarakat Flores memiliki karakter sopan dan pekerja keras. Modal besar untuk industri hospitality. Modal sosial kultural itulah yang belum banyak dimiliki daerah wisata lainnya.
Infrastruktur Bajo juga sudah berkembang dengan pesat. Saya membayangkan, 5 sampai 10 tahun ke depan, kawasan itu akan menjadi kawasan wisata dengan sarana prasarana pendukung yang amat maju. Akan melengkapi alam yang indah dan budaya masyarakat yang ramah.
Tapi, alam indah, infrastruktur yang bagus, serta modal sosial dan kultural yang mendukung belum cukup. Perlu dukungan aparat keamanan yang responsif dan memiliki kepekaan dalam membangun pariwisata. Yang tak hanya menggunakan pendekatan prosedural keamanan.
Ibarat warna, Labuan Bajo sudah berwarna-warni seperti pelangi. Yang telah menjanjikan keindahan dengan menjadi destinasi wisata hebat. Menjadi pemicu peningkatan kesejahteraan ekonomi warga di sekitarnya. Menjadi instrumen distribusi keadilan dan kesejahteraan bangsa.
Karena itu, menjadi agak mengganggu jika arus percepatan menjadikan kawasan wisata hebat itu terganggu pendekatan yang belum pro-tourisme dari salah satu pihak. Seperti halnya peristiwa yang menimpa salah satu kelompok usaha BUMN yang ingin meramaikan Labuan Bajo itu.
Jangan sampai kawasan yang sudah ramai dan warna-warni itu berubah seperti syair nyanyian Iwan Fals: ...warna cokelat! (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: