Nomine Surabaya Tourism Awards 2022 (2): Cerminan Warga Surabaya yang Toleran

Nomine Surabaya Tourism Awards 2022 (2): Cerminan Warga Surabaya yang Toleran

Langit Surabaya di lihat dari Balai Pemuda Surabaya cerah.-Julian Romadhon-Harian Disway-

SURABAYA Tourism Awards (STA 2022) sudah memunculkan 10 nomine tempat wisata pilihan. Setelah tiga museum yang telah dibahas sebelumnya, kami menampilkan empat nomine berikutnya. Mereka adalah Kantor Pos Kebonrojo, Balai Pemuda, Pura Agung Jagat Karana, dan Masjid Cheng Ho.

’’Keempatnya menjadi ikon dari spirit dan cerminan pluralitas Kota Surabaya,’’ jelas Dekan School of Tourism Universitas Ciputra Surabaya Agoes Tinus Lis Indrianto, Minggu malam lalu (29/5). ’’Terutama yang dua tempat ibadah itu. Adalah bukti kuat dari keberagaman masyarakat Surabaya,’’ lanjutnya.

BACA JUGA: Nomine Surabaya Tourism Awards 2022 (1): Tiga Museum Keren Favorit Anak Muda


Masjid Cheng Ho


MASJID Cheng Ho di kawasan Genteng, Surabaya, memadukan unsur-unsur arsitektur khas Tionghoa dan Islam. -Faizal Pamungkas-Harian Disway-

Masjid Cheng Ho, misalnya, menyajikan karya yang indah dari akulturasi budaya. Yakni antara kebudayaan Tionghoa dan Islam. Berikut dengan ornamen-ornamen khas kelenteng. Namun, semuanya dipersatukan dengan bangunan masjid dari semua sisi.

’’Jadi gak perlu jauh-jauh ke Tiongkok. Suasananya sudah bisa dirasakan di Masjid Cheng Ho saja. Enggak perlu jauh-jauh ke Bali juga. Masyarakat Surabaya bisa langsung ke pura,’’ imbuh Agoes.

Selain edukatif, semua tempat itu masuk nominasi karena beberapa alasan lain. Yakni dikelola dengan cara profesional. Sehingga seluruh fasilitasnya pun memadai. Para pengunjung merasa nyaman karena lingkungan betul-betul dijaga kebersihannya.

Pelayanan dari para penjaga optimal. Tersedia pemandu yang berkompeten untuk berbagi pengetahuan historis. Setiap menggelar acara, pengelola juga selalu melibatkan masyarakat sekitar.

Kantor Pos Kebonrojo



-Faizal Pamungkas-Harian Disway-


Pada dasarnya, semua nominasi yang terpilih memang punya fasilitas yang oke. Informasi yang disediakan sangat jelas. Akses masuknya pun sangat memudahkan para pengunjung. Itu menjadi satu keunggulan sendiri. Apalagi juga disertai dengan keramahan dari para pengelola.

’’Itu (pelayanan, Red) yang selalu kami utamakan,’’ ujar Executive General Manager Kantor Pos Kebonrojo Immanuel Agung Nugroho. Sebab, pelayanan yang maksimal akan memberikan dampak yang bagus. Baik bagi kemajuan tempat wisata maupun keberlangsungan nilai-nilai sejarah.

Tegas Immanuel, kedua hal itu sudah menjadi tanggung jawab bersama bagi para pengelola. Sebab situs wisata itu termasuk yang paling ikonis. Bangunan lawas masa kolonial yang kisahnya melintasi zaman.

Kantor Pos Kebonrojo adalah bekas bangunan sekolah. Ia pernah menjadi menjadi tempat Presiden RI Soekarno menuntut ilmu. Tepatnya pada 1915-1920. Di sanalah masa remaja presiden pertama Indonesia menghabiskan sebagian waktunya. Untuk tempat belajar sekaligus bermain dengan kawan sejawatnya.

Bahkan pada awal 1800 sebelumnya pernah menjadi semacam rumah dinas Bupati Surabaya kala itu. Lalu mulai beralih fungsi menjadi Hogere Burger School (HBS). Sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Eropa dan putra bangsawan pribumi atau putra para tokoh pribumi terkemuka.

’’Gedung direnovasi dan berganti fungsi lagi sebagai Hoofd Postkantoor (Kantor Pos Besar) pada 1928,’’ jelas Immanuel. Hingga kini, arsitekturnya masih bertahan. Bergaya oriental klasik. Dengan bentuk atap yang unik melengkung setengah lingkaran dengan kaca diatas pintu utama gedungnya. Khas bangunan mewah kolonial di pulau Jawa.

Demikian juga bagian interior. Tak banyak berubah. Sebab, sebagai bangunan cagar budaya memang tidak boleh merenovasi bangunan tanpa seizin Pemkot. ’’Paling yang kami perbarui rutin cuma cat dindingnya saja,’’ jelasnya.

Tempat itu baru dibuka kembali sejak April lalu. Sebelumnya sama sekali ditutup lantaran kasus Covid-19 yang masih gawat. Namun, perawatan tidak ikut berhenti. Pengelola selalu menjaga kebersihannya setiap hari.

Kini, kantor pos kembali dibuka, meski dengan membatasi kapasitas pengunjung. Ke depan, pihak pengelola bakal merevitalisasi sebagian aset sejarah. Diperbaiki dan dipercantik. Misalnya, dengan membuka kafe atau tempat kongkow yang estetik. Agar wisata sejarah bisa menarik lebih banyak lagi kaum muda.

Pura Agung Jagat Karana


-Faizal Pamungkas-Harian Disway-

Di sisi lain, Pura Agung Jagat Karana juga mulai menerima wisatawan kembali. Pura yang berlokasi di Jalan Ikan Lumba-lumba, Perak, itu menjadi representasi dari kuatnya spirit toleransi masyarakat Surabaya. Masing-masing punya keunikan sendiri. Terkait dengan sejarah dan budaya.

Rumah ibadah itu tidak dikelola secara bisnis, melainkan secara sosial. ’’Karena kami organisasi sosial. Pura ini sebagai pusat perkumpulan orang Bali di Surabaya,’’ jelas Koordinator Seni Budaya dan Pariwisata I Made Sudiantara.

Namun, pengelola tetap membuka pintu bagi siapa saja yang mau berkunjung. Menikmati pemandangan atau spot-spot menarik di dalam pura yang berlokasi di kawasan Perak itu. Bahkan sering menjadi tempat jujugan para penumpang kapal pesiar saat bersandar.

’’Karena mereka ingin menikmati suasana Bali. Itulah yang menonjol dari pura ini,’’ katanya. Pengelola pun menerima para pengunjung itu dengan senang hati. Kadang juga digelar festival-festival seni dan budaya khas Bali. Agar para pengunjung benar-benar menikmati Bali meski sedang berada di Surabaya. (Retna Christa-M Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: