Musim Hujan Molor Bikin Harga Cabai Melangit
Pedagang Pasar Pabean Surabaya Nia menata cabai dagangannya, Kamis (02/06)-Safitri-
Kenaikan beberapa jenis cabai disebabkan beberapa hal. Yakni, akibat serangan penyakit antraknosa yang ditimbulkan oleh curah hujan tinggi. Sehingga gagal panen pun tak terhindarkan di beberapa wilayah sentra produksi.
"Kami prediksi bisa sampai dua bulan ke depan," kata Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim Nanang Triatmoko, Kamis, 3 Juni 2022.
Setidaknya, ada dua faktor tingginya harga cabai. Pertama, karena musim hujan yang maju. Memaksa petani cabai merah besar menanam lebih awal pada akhir tahun. Padahal, idealnya baru mulai menanam di bulan kedua awal tahun.
Itu terjadi di beberapa wilayah sentra produksi di Jatim. Di antaranya, Kediri, Malang, Blitar, Tuban, Lamongan, dan Gresik. Sehingga stok cabai merah besar di pasaran Jatim pun merosot. Cabai yang biasanya tersedia di bulan-bulan ini pun jadi langka.
Kedua, faktor serangan penyakit antraknoksa yang menimbulkan bintik-bintik hitam di cabai rawit. Itu menyebabkan rusak dan tak tahan lama karena cepat membusuk.
Selain itu, petani kurang merawat cabai rawit karena mereka kecewa. Lantaran harga cabai rawit sempat anjlok selama Lebaran. Sehingga tak sedikit petani yang menelan kerugian.
Nanang memprediksi kenaikan harga cabai akan berlangsung hingga awal Agustus nanti. Tepat saat masa panen di wilayah sentra produksi lain. "Misalnya di Banyuwangi saat ini umur cabai baru satu bulan masa tanam," ungkapnya.
Ada sekitar tujuh hektare lahan tanam cabai di sana. Dan diperkirakan tiba masa panen sekitar dua bulan ke depan. Ia menyarankan agar konsumen beralih ke cabai olahan atau kering yang harganya relatif lebih murah.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim Hadi Sulistyo pun sependapat. Curah hujan dan penyakit menjadi sebab utama harga cabai melangit. Seperti serangan lalat buah yang menerpa 32,4 hektar, penyakit trips seluas 15,55 hektar, kutu kebul 2,21 hektar, penyakit virus kuning seluas 34,03 hektar, dan penyakit antraknose seluas 12,31 hektar.
Pihaknya sudah memberikan himbauan dan penanganan. Misalnya, dengan memakai agen pengendali hayati di wilayah dataran tinggi. ”Di beberapa lokasi sudah tumbuh tunas baru sehingga dapat membantu ketersediaan cabai menjelang idul adha,” terangnya.
Sedangkan, ia meminta perlakuan khusus untuk sentra produksi di dataran rendah yang sempat terserang penyakit. Yakni untuk segera menanam cabai rawit dengan menggunakan varietas genjah dengan usia panen 70-80 hari. Seperti varietas bhaskoro dan dewata. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: