Paskibraka Provinsi Jatim Tidak Jadi 76 Orang, 42 Dicadangkan
”TADI lututmu kurang tinggi sedikit,” kata Rafli Mahastra Putra. Pelajar SMA Negeri 1 Situbondo itu didapuk sebagai pengerek bendera Merah Putih. Ya, ia salah seorang pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) Jatim.
Ia bersama 23 pelajar lainnya bergabung dengan pasukan penurun bendera. Sore kemarin, tepat pukul 5 sore, mereka baru saja selesai melaksanakan geladi kotor. Wajah muda-mudi itu penuh keringat. Penuh semringah dan lega. Mereka saling mengevaluasi. Sambil masing-masing tangannya menenteng segelas kecil air mineral.
Meski lelah, pandangan mata mereka pun tetap semangat. Apalagi, didampingi para pembina yang memakai kaus dan celana training merah putih. Tentu, pengalaman seperti itu bisa mereka banggakan di masa depan. Sebab, mereka merupakan pilihan dari setiap kabupaten/kota. Untuk dikirim menjadi Paskibraka Provinsi Jawa Timur.
Persiapan mereka pun terhitung lama. Tahap seleksi saja sudah di akhir Mei lalu. Belum lagi masa latihan sebelum ikut seleksi. Bisa jadi nyaris setahun. ”Persiapannya ini kan sudah cukup lama. Sekarang pematangan saja,” ujar Dessifa Wulansari Jatmiko, pelajar SMA Negeri 1 Talun, Blitar.
Dia bersama satu temannyi dari Blitar berhasil lolos seleksi. Bahkan, Wulan didapuk sebagai pembawa baki tim penurun bendera. Dia pun sudah tidak sabar menanti hari penampilannyi. ”Pemantapannya cuma seputar kelurusan dan kekompakan. Kami optimistis bisa lebih baik lagi dari hari ini,” jelasnyi.
Jumlah Paskibraka Jatim tahun ini lebih banyak ketimbang tahun lalu. Tahun lalu hanya 10 orang. Sedangkan tahun ini ada 76 orang yang terpilih dari 38 kabupaten/kota. Hanya, formasi yang dipakai tidak lagi 17-8-45. Kini menjadi 13-8-3.
Itu disesuaikan dengan aturan yang baru di masa pandemi. Jadi, totalnya hanya 34 orang. Sedangkan yang terpaksa menjadi cadangan 42 orang. ”Tapi, ini nunggu keputusan dari gubernur. Harapannya, semoga yang dipakai 70 orang. Biar yang 6 orang menjadi cadangan seperti biasanya,” terang Harsono, pelaksana lapangan.
Harsono khawatir apabila yang dicadangkan lebih dari separuh. Ia takut anak-anak itu akan sedih dan terpukul. Mengingat, persiapan mereka juga sangat panjang. Banyak pengorbanan waktu dan tenaga. Juga, harapan dari orang tua.
Namun, di sisi lain, ia tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, ia hanya berposisi pembina. Tak punya wewenang lebih. Jadi, apa boleh buat. Upayanya sebatas yang menjadi tanggung jawabnya. ”Tapi, semoga besok keputusannya berubah. Kami benar-benar sangat berharap,” ujar Harsono.
Paskibra Kota Surabaya Hanya 12 Personel
Isak Tangis Marseilly Aneira Putri pecah saat dikukuhkan sebagai anggota paskibra kota kemarin. Dia tidak kuasa menahan haru. Mimpinyi akhirnya terwujud.
Siswa SMA Trimurti itu mengatakan tidak semua siswa bisa menjadi paskibra kota. Dia mengatakan, awalnya Merseilly mengikuti seleksi paskibra tingkat provinsi pada Mei lalu. Namun, dia tidak lolos. Marseilly sempat merasa kecewa. Sebab, itu merupakan harapan terakhirnyi bisa bergelut di Paskibraka provinsi. ”Sempat kecewa tidak lolos. Tapi, mau bagaimana lagi,” ujarnyi.
Namun, kekecewaan itu sirna. Setelah dia ditelepon sekolahnyi pada 1 Agustus lalu. Dia dikabari bahwa dirinyi ditugaskan menjadi paskibra kota di Balai Pemuda. Dia sangat girang. Akhirnya latihannyi selama ini membuahkan hasil.
Mochamad Femmy Maulana juga merasa senang. Siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 itu tidak menyangka bakal dipanggil pemkot. Guna menjadi petugas paskibra kota. Ia sudah mengikuti paskibra sejak masih duduk di bangku SD. Lelahnya selama ini akhirnya terbayar.
Femmy mengatakan, menjadi anggota paskibra tingkat kota hanya bisa dilakukan sekali seumur hidup. Sebab itu, ia bangga atas pencapaiannya tersebut. ”Tesnya lumayan susah. Apalagi kalau tidak biasa latihan fisik,” ungkapnya.
Siswa kelas XI SMA itu berharap bisa menjadi anggota trisula saat upacara. Sebab, sampai sekarang tidak ada kepastian dirinya bakal ditugaskan sebagai apa. Selain itu, ia bersama 11 rekannya akan dikarantina di Hotel Cleo. Mereka jug akan berlatih di balai kota.
Sementara itu, pelatih paskibra kota Kapten Inf Bambang S. menjelaskan, jumlah pasukan pengibar bendera hanya 12 orang. Berbeda dengan Paskibraka tingkat provinsi yang berjumlah 76. Ia mengatakan, dalam juklak nasional dituliskan ada 65 personel. Namun, jumlah itu bisa disesuaikan dengan kondisi daerah yang ada. Menurutnya, Surabaya masih pandemi. Dengan demikian, hanya 12 orang yang diperbolehkan.
Selain itu, Bambang mengatakan, tidak ada variasi khusus dalam upacara. Sedangkan untuk pasukan trisula memang belum diumumkan. Sebab, ia ingin menilai lebih dulu, siapa saja yang layak untuk memegang bendera. ”Jadi, selama latihan akan kami nilai. Nanti akan kami umumkan satu jam sebelum pelaksanaan upacara dimulai,” ujarnya.
Pelaksanaan upacara di balai kota berbeda dengan pelaksanaan di Gedung Negara Grahadi. Sebab, paskibra kota tidak akan melaksanakan penurunan bendera. Mereka cukup melaksanakan pengibaran.
Bambang optimistis pelaksanaan upacara akan berjalan dengan lancar. Sebab, pasukan sudah memiliki kemampuan baris-berbaris yang cukup baik. Sehingga tinggal menyesuaikan irama langkah kaki.
Kemarin Wali Kota Eri Cahyadi langsung yang mengukuhkan. Eri mengatakan, 12 orang itu diambil dari 12 sekolah yang berbeda. Selain itu, jumlah tersebut diambil karena keterbatasan tempat. Sehingga tidak memungkinkan menggunakan formasi lengkap.
Rencananya upacara akan dilaksanakan secara hybrid. Peserta yang hadir di lokasi dibatasi 30 orang. Sisanya akan mengikutinya secara virtual. ”Hanya forkopimda yang diundang,” ujar Eri. (Noor Arief Prasetyo-Andre Bakhtiar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: