Sebar Kebaikan Tanpa Batas Identitas
Masa depan benar-benar penuh misteri. Dulu, bertahun-tahun silam, Rex Jeremi Winarno adalah bandar narkoba. Kini, ia menjadi pendeta. Selama pandemi Covid-19, ia bekerja superkeras untuk menyediakan makanan buat warga sekitar yang kesusahan. Juga pasien yang menjalani isolasi mandiri.
---
CUKUP lama Rex Jeremi Winarno tenggelam dalam dunia hitam perdagangan narkoba. Lama banget, malah. Sekitar 14 tahun. Ia menjadi bandar sabu di Makassar sejak 1994 hingga 2008. Gara-gara ulahnya, ia pernah masuk bui pada 2008. Tapi hanya tiga bulan. Lantaran kepergok membawa sabu seberat 2 gram.
Tentu saja, masa hukuman yang singkat tak bikin Rex ujug-ujug tobat. Baru pada 2014 ia mengalami titik balik sebenarnya. Meninggalkan segala perniagaan terlarang. Ia didapuk jadi pendeta. Keliling ke desa-desa. Ia tidak menjelaskan momen spesifik apa yang memicu titik balik yang ekstrem itu.
’’Tahun itu saya ’bertemu’ langsung dengan Tuhan. Jadi benar-benar bersih,’’ tuturnya.
Bagi Rex, seluruh pengalamannya merupakan proses spiritual. Artinya, menurut dia, bukan hal yang istimewa. Itu hanya bagian dari siklus dari hidup: lahir, tumbuh, lalu mati. Nyaris semua manusia mengalaminya. Tidak pandang suku, ras, dan agama apapun. Hanya saja setiap orang punya bingkai cerita yang berbeda-beda.
Pemahaman itulah yang kemudian mengantar pria 39 tahun tersebut semakin bersemangat untuk berbuat baik. Menurutnya, kebahagiaan justru terasa nyata hanya dengan berbagi kebaikan. Dan orang berbuat baik memang tak perlu mempertimbangkan identitas. Apalagi di masa-masa sulit dan genting seperti saat pandemi.
’’Sudah, kalau masa-masa seperti sekarang ini kita enggak perlu ngomong agama. Semuanya tujuannya hanya satu. Cuma untuk kemanusiaan,’’ ucapnya tegas.
Pada 2019, ia bersama sang istri, Regina Kasegar, pindah dari Kota Daeng ke Surabaya. Kepindahan itu yang sekaligus menandai puncak pencerahannya. Mereka memiliki visi hidup yang sama. Yakni, bisa menjadi manfaat bagi sesama. Sekecil apapun.
Saat itu juga mereka mendirikan Dapur Surabaya. Yang memproduksi masakan dan membagikannya kepada masyarakat sekitar. Berlokasi di rumah mereka sendiri, perumahan Dian Istana G8, Gunungsari, Surabaya.
Awalnya, mereka memasak untuk 10 bungkus saja. Tiap hari jumlahnya terus ditambah. Dari 10, jadi 20, lalu jadi 50, sampai 100 bungkus. Begitu seterusnya hingga berjalan dua tahun. Lalu, pandemi tiba. Rex semakin terketuk nuraninya. Ia menyaksikan banyak orang kesusahan untuk sekadar mencukupi kebutuhan makan. Bantuannya pun diperbesar jumlahnya.
Ketika varian Delta menerjang, banyak pasien yang harus menjalani isolasi mandiri. Rex sempat fokus untuk memberi perhatian lebih buat mereka. Selama masa PPKM darurat, pihaknya bisa membagikan 500 kotak nasi setiap hari. Total, dalam sebulan, yang ia bagikan mencapai 10 ribu kotak. Khusus buat pasien isoman.
Kapan pun, Dapur Surabaya siap dihubungi. Baik oleh nakes, pasien, maupun warga yang membutuhkan makanan. Rex mengabarkan jumlah stok makanan setiap hari melalui akun Instagram. ’’Tinggal hubungi kontak yang ada. Kami akan antar makanannya secara gratis, tiss, tiss,” jamin Rex, lantas tersenyum.
Untuk melakukan seluruh kerja kemanusiaan itu, Rex tidak sendirian. Ia dibantu oleh banyak relawan dan dermawan. Tak jarang, tiba-tiba datang berkilo-kilo sembako ke rumahnya. Tentu, itu untuk keperluan gerakan Dapur Surabaya. ’’Itu saya namakan tangan-tangan Tuhan,’’ sentilnya, lantas tertawa.
REX Jeremia menata nasi kotak yang akan disalurkan ke warga sekitar dan pasien isoman. (Eko Suswantoro-Harian Disway)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: