Mendiang Arief Harsono: Saban Hari Swab, Tetap Tembus
“Beliau saat itu jalan sendiri. Kondisinya sehat bugar. Gak ada bantuan siapa pun. Setiap hari kami mantau kondisi beliau. Papa selalu bilang sehat-sehat saja. Tidak ada apa-apa. Tidak ada komplain kalau sesak atau apa pun,” bebernya.
Sudah diisolasi di rumah sakit pun, Arief masih ’’bekerja’’. Ada saja orang yang menghubunginya. Lewat HP. “Bapak mulai tidak pegang HP lagi saat kondisinya mulai memburuk. Itu pun karena dilarang oleh dokter,” kata Imelda.
Walau tidak terlalu parah, tapi oksigen tetap terpasang hidung Arief. Sebab, setiap kali batuk, baru ia merasakan sesak. “Awal-awal, oksigen hanya 1 liter per menit. Tapi, saat kondisi beliau mulai turun, yang diberikan sekitar 30 liter per menit,” ungkapnyi.
Waktu kondisi Arief mulai drop, Imelda kaget. Sebab, dokter yang merawat ayahnya selalu mengatakan bahwa kondisi Arief tergolong sangat baik. “WhatsApp-nya tidak pernah mati. Selain komunikasi dengan orang, beliau juga sering video call dengan cucunya,” kata Imelda lagi.
Saat kondisi memburuk itu, 3 Juli, Arief sudah dijadwalkan untuk pindah ke ruang ICU. Tetapi, menjelang pergantian hari, Arief makin kritis. “Saya saat itu melihat dari jendela kalau beliau sudah tidak sadarkan diri. Matanya pun mengarah ke atas,” cerita Imelda.
Imelda pun hanya bisa berdoa dari luar ruangan itu. Tetapi, beberapa menit kemudian, Imelda mendengar “code blue”. Artinya, ada pernapasan yang terhenti. “Perasaan saya sudah hancur. Feeling saya mulai tidak enak. Pukul 21.30, dokternya keluar untuk bertemu dengan saya. Memberi tahu bahwa ayah saya sudah tidak ada,” ucapnyi.
Arief tutup usia menjelang HUT yang ke 67. Ia berulang tahun saban 18 Juli. Tetapi, Tuhan memanggil Arief. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga di Taman Makam Asri Abadi, Lawang, setelah dikremasi. (Michael Fredy Yacob)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: