Edy Sukotjo Tergerak Melihat Diskriminasi
Edy pun mulai memikirkan cara agar penyintas tidak dikucilkan. Ia mempelajari terapi plasma konvalesen (TPK). Penyintas memiliki antibodi penangkal Covid-19 yang bisa ditransfer ke pasien. Jika penyintas punya antibodi itu, mereka seharusnya tidak dikucilkan. Keberadaan mereka justru sangat dibutuhkan. Masyarakat akan lebih mudah menerima status mereka sebagai pendonor plasma ketimbang penyintas.
Edy Sukotjo (dua dari kiri) mendampingin Mishabul Huda, seorang donor plasma konvalesen, di UTD PMI Surabaya.
(Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)
“Sebelum ada pengukuhan sebagai ketua penyintas Covid Jatim oleh Gubernur Jatim pada Agustus, saya sudah pelajari plasma,” lanjutnya. Edy pun bertemu dengan komunitas Blood for Life Surabaya. Ternyata mereka juga belum banyak tahu tentang plasma konvalesen.
Saat itu TPK belum populer. Pemerintah pusat pun baru memulai kajiannya. Edy dan Blood for Life mulai membuat gerakan mencari pendonor. Ia merelakan nomor teleponnya sebagai call center.
Sejak saat itulah nomor teleponnya mulai tersebar ke seluruh Indonesia. Edy menjadi jembatan antara pasien dan penyintas dari Sumatra, Kalimantan, Bali, hingga Sulawesi. Nama Edy kian melambung ketika dilantik sebagai Ketua KIAPCJ pada 23 Agustus tahun lalu. Yang melantik Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Bos besarnya di Pemprov Jatim.
Yang menelepon tambah banyak dan tak mengenal waktu. Terutama saat serangan gelombang kedua yang terjadi dua bulan terakhir ini. Saat itulah pertolongan muncul dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Mereka membuat plasmahub.its.ac.id. Website tersebut menjadi jembatan yang lebih besar untuk menghubungkan pasien dan pendonor plasma. Setiap ada telepon masuk, Edy langsung mengarahkan pemohon atau pendonor ke website tersebut. Pencarian donor lebih tersistem. Tidak lagi dihubungkan secara manual melalui telepon.
Ketika jumlah telepon masuk mulai berkurang, Edy bisa fokus menggelar acara donor masal di berbagai tempat. Ia sudah memiliki sejumlah agenda donor masal di dalam dan luar Surabaya selama dua bulan ke depan. “Targetnya Jatim harus terus menjadi lumbung plasma nasional,” ucap Edy. (Doan Widhiandono-Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: