Serial Dimaz Muharri (1): Terjebak Kontrak

Serial Dimaz Muharri (1): Terjebak Kontrak

Sayangnya belum ada asosiasi pemain basket profesional di Indonesia. Sehingga ketika Dimaz Muharri mendapat masalah dengan mantan klubnya, seakan tak ada yang membela. Kini ia menghadapi gugatan perdata dengan nilai ratusan juta rupiah. Rumah warisan dari orang tuanya di Binjai, Sumatera Utara, juga diincar.

---

DIMAZ tak pernah menyangka bakal punya masalah dengan CLS Knights. Klub yang bermarkas di Surabaya itulah yang mewujudkan mimpinya menjadi pemain basket profesional. Pebasket asal Binjai, Sumatera Utara, itu sampai sekarang masih belum mengerti mengapa bos klub yang pernah ia bela itu begitu tega kepadanya.

Ia berusaha untuk tidak mengumbar masalahnya dengan CLS Knights ke publik. Tapi akhirnya Dimaz harus menjawab banyak pertanyaan yang datang kepadanya. Itu setelah CLS Knights melayangkan gugatan perdata ke pengadilan. Dimaz diminta membayar Rp 393, 6 juta. Rumahnya di Surabaya dan rumah warisan almarhum ayahnya di Binjai, Sumatera Utara, juga diajukan untuk disita. 

Dimaz tidak tahan lagi. Bulan lalu ia menulis surat terbuka. Untuk menjelaskan duduk persoalan kasusnya. Ia begitu mencintai basket. Tapi ia lebih mencintai keluarganya. Istrinya, Selvia Wetty dan anak semata wayangnya, Naqasamy Akio Muharri. Apalagi anak berusia empat tahun itu lagi lucu-lucunya. "Dia sudah bisa meniru gaya saya setelah membuat poin, hasil nonton dari YouTube," kata Dimaz lantas tertawa.

Kalau ingat masa-masa National Basketball League (NBL), setiap kali CLS Knights main, DBL Arena, Surabaya, yang gedungnya di utara Universitas Bhayangkara itu, selalu penuh. Dan salah satu pemain yang ditunggu-tunggu penonton –terutama cewek-cewek– adalah Dimaz Muharri. Pemain ganteng dengan tinggi 180 cm itu.

CLS adalah klub profesional pertamanya. Ia tinggalkan kuliah di Medan karena kecintaanya kepada basket. Di bagian lain nanti akan saya ceritakan bagaimana Dimaz akhirnya berlabuh ke CLS Kngihts.

Setelah hijrah ke Surabaya, CLS adalah rumahnya. Keluarga barunya. Hubungan dengan pemain, manajer, pelatih, dan semua orang di klub itu sangat erat. Dimaz menganggap mereka semua adalah keluarga.

Persoalan dimulai saat Dimas memutuskan mundur dari CLS Knights. Saat itu CLS adalah peserta IBL 2015. Bukan untuk pindah ke klub lain. Istrinya dua kali mengalami keguguran. Mereka begitu merindukan kehadiran anak sejak menikah pada 2013. Dimaz memutuskan fokus untuk keluarga.

Awalnya, pihak CLS terlihat baik-baik saja. Mereka setuju Dimaz mundur. Mereka tahu betul bagaimana kondisi Dimaz dan Selvia. Tapi ternyata situasi tidak baik-baik saja. Dimaz kemudian dipanggil oleh salah seorang pimpinan di klub itu. Diingatkan bahwa Dimaz terikat kontrak selama dua tahun 2015-2017.

Dimaz diminta mengembalikan uang kontrak yang sudah diterima. Nilai yang diterima baru Rp 60 juta. Ups belum cukup, Dimaz juga diharuskan mengembalikan semua gaji yang pernah diterima selama 2015. Diberi deadline hingga 11 Desember 2015. Bila tidak lunas, akan dikenai bunga 5 persen per bulan. Total yang harus dikembalikan Rp 148 juta.

"Akhirnya saya cari-ari uang dan bisa terkumpul. Saya bayar tepat waktu,'' kata Dimaz saat wawancara dengan Harian Disway pekan lalu.

Semua permintaan CLS sudah dipenuhi Dimas. Itu belum cukup membuat CLS tenang. Pihak CLS meminta Dimaz tidak bermain di klub lain sampai masa kontrak habis. Menurut Dimaz, itu yang disampaikan pihak CLS saat itu.

Dimaz diminta menandatangani beberapa surat. Salah satunya surat pengakuan utang. Nilainya Rp 393 juta. Dimaz sempat mempertanyakan surat itu. Sebab, ia sama sekali tidak berutang. Tapi ia mendapat penjelasan bahwa utang itu wajib dibayar bila sebelum 2017 ia bergabung ke klub profesional lain. Tak ingin berlarut-larut, Dimaz percaya saja dan menandatangani surat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: