Amandemen

Amandemen

Dalam penanganan ekonomi, Jokowi juga dianggap gagal dan dinilai tidak fit to govern. Penanganan kasus-kasus korupsi dan masalah-masalah hukum serta demokrasi menambah daftar panjang, yang membuat Jokowi dinilai tidak layak memerintah. 

Suara-suara tuntutan mundur terhadap Jokowi itu tidak muncul dari oposisi resmi. Gugatan tersebut hanya muncul dari kalangan oposisi tidak resmi. Sampai sejauh ini gugatan itu belum menunjukkan dampak politik yang signifikan. Sebab, pemerintahan Jokowi masih didukung mayoritas parpol dan parlemen.

Bukannya Jokowi mundur, malah muncul wacana memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode. Isu amandemen yang sekarang bergulir disebut-sebut akan menjadi pintu masuk bagi perpanjangan masa jabatan Jokowi menjadi tiga periode. Pendukung Jokowi yang tergabung dalam kelompok relawan secara terbuka menyatakan optimistis masa kepresidenan Jokowi bisa bertambah satu periode lagi.

Presedur amandemen undang-undang memang cukup rumit dan butuh dukungan mutlak dua pertiga kekuatan politik di parlemen. Namun, hal itu bukan masalah yang sulit bagi penguasa karena sekarang praktis tidak ada oposisi riil di parlemen. Hanya Partai Demokrat dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang menjadi opsisi riil, sementara partai-partai lain sudah menjadi bagian dari rezim. Karena itu, kemungkinan Jokowi bisa menambah tiga periode, secara matematis, bisa tercapai.

Joe Biden di AS menghadapi isu yang bertolak belakang. Amandemen Ke-25 akan mengancam masa jabatannya yang baru seumur jagung. Kasus terbaru ialah penanganan masalah Afghanistan. Itu dianggap sebagai bukti mutakhir bahwa Biden tidak layak memerintah dan harus dimakzulkan.

Untuk memecat seorang presiden, AS punya mekanisme impeachment alias pemakzulan. Seorang presiden yang dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum bisa diajukan ke sidang Kongres untuk menghadapi tuduhan impeachment. Kongres bisa memecat presiden dengan persetujuan dua pertiga anggota.

Selama menjabat presiden, Donald Trump dua kali menghadapi pemakzulan. Pada masa-masa terakhir kekuasaannya, Trump dibawa ke sidang pemakzulan pada 2020. Ketika itu hasil pemilihan presiden sudah menunjukkan kekalahan Trump dan kemenangan Joe Biden. Kongres tinggal ketok palu untuk mengesahkan kemenangan itu.

Tapi, yang terjadi kemudian, ribuan pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol tempat sidang akan dilaksanakan. Pendukung Trump membawa senjata dan mengobrak-abrik ruang sidang dan ruang pimpinan. Ada korban nyawa yang jatuh dalam insiden itu. Anggota-anggota parlemen harus diungsikan ke bungker pengaman bawah tanah untuk menghindari amuk massa.

Donald Trump dianggap bertanggung jawab atas indisen tersebut. Ia dianggap menghasut massa untuk datang ke parlemen dan menggagalkan sidang pleno. Unggahan-unggahan Trump di media sosial terang-terangan meminta pendukungnya untuk menggagalkan hasil pemilu yang dianggapnya penuh kecurangan.

Akibat insiden itu, Kongres kemudian melakukan sidang impeachment terhadap Trump. Partai Republik pendukung Trump dan Partai Demokrat pendukung Biden sama-sama adu kuat dalam sidang impeachment itu. Keputusan final akhirnya dilakukan melalui voting. Meski secara kuantitatif menang, pendukung impeachment tidak berhasil mengumpulkan suara dua pertiga untuk memakzulkan Trump. Akhirnya Trump lolos dari impeachment.

Kali ini Trump kembali bersuara keras terhadap Biden. Kegagalan diplomatik AS di Afghanistan dianggap sebagai bukti Biden tidak layak memerintah. Amandemen Ke-25 harus dipakai untuk memecat Biden.

Amandemen itu akan berlaku jika Wakil Presiden Kamala Harris dan seluruh anggota kabinet Biden bersaksi bahwa Biden tidak layak memerintah. Persyaratan itu sangat sulit dicapai. Namun, oposisi tetap bergeming dan mendesak amandemen diterapkan.

Seperti unggahan Lipson dan Tapsell. Politik Indonesia rasa AS. Di AS isu amandemen dimunculkan untuk memangkas masa jabatan presiden, di Indonesia isu amandemen muncul untuk menambah masa jabatan presiden.

It’s a small world. Dunia memang kecil. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: