SMA Sudah Siap PTM, SMP Surabaya Masih Ragu

SMA Sudah Siap PTM, SMP Surabaya Masih Ragu

Metode pembelajaran di sekolah telah menjadi hal yang dilematis selama masa pandemi. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) maupun pembelajaran tatap muka (PTM) memiliki plus minus masing-masing. Guru, siswa, dan orang tua pun ikut bingung.

---------------------------

PJJ dianggap paling aman. Sebab, pembelajaran dilakukan secara daring. Namun, ternyata ada efek sampingnya. Para siswa banyak mengalami kegagalan belajar. Akibatnya, capaian belajar pun turun. 

Karena itu, pemerintah mengizinkan sekolah menggelar PTM secara terbatas. Yakni hanya berlaku untuk wilayah yang masuk level 3 dan 2 PPKM. Kini, semua SMA/SMK/SLB yang menjadi kewenangan Pemprov Jatim pun sudah siap menggelar PTM mulai besok (30/8).

“Semuanya sekolah sudah siap syarat teknisnya. Checklist kesiapannya sudah dilakukan,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Wahid Wayudi, kemarin (28/8). Syarat teknis itu di antaranya, kapasitas ruang kelas, jarak antar bangku siswa, Satgas Covid-19 sekolah, protokol kesehatan, dan lain sebagainya.

Meski syarat teknis sudah siap, pelaksanaan PTM sangat tergantung pada syarat administratifnya. Yaitu, guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin, sekolah sudah mendapat izin dari satgas Covid-19 kabupaten/kota, dan setiap murid mendapat izin dari orang tuanya. 

Syarat administratif itulah yang kemudian sangat menentukan. Sebab, ada beberapa daerah yang masih belum berani menggelar PTM. Meski mereka sudah masuk level 3. Satgas Covid-19 setempat tidak memberi izin. Selain itu, kata Wahid, tidak semua orang tua juga mengizinkan anaknya untuk mengikuti PTM di sekolah. 

“Tapi, rata-rata orang tua untuk pelajar SMA/SMK/SLB mengizinkan dan tidak ada masalah,” jelasnya. Siswa yang tak mendapat izin wajib mengikuti PJJ di rumah. Sehingga, pembelajaran akan secara blended learning. Sistem gabungan. Ada yang PTM dan tetap ada pilihan untuk PJJ.

Yang ikut PJJ bisa mengunduh aplikasi Jatim Cerdas Ruang Belajar. Dengan aplikasi itu, siswa PJJ bisa mengikuti PTM yang digelar di sekolah secara bersamaan. Sehingga terjadi pembelajaran yang interaktif. “Itu aplikasi penunjang agar siswa bisa ikut berdiskusi dengan guru dan teman-temannya di kelas,” papar Wahid.

Sementara itu, Plt. Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Surabaya Moh. Amak Burhanuddin belum berani membuka madrasah. Sebab pemkot belum memberikan izin PTM. 

Berbeda dengan Sidoarjo yang  memperbolehkan PTM. Bahkan, untuk SD yang siswanya belum divaksin sama sekali. Kapasitas kelasnya dibatasi. Pada Jumat (28/8), Madrasah Ibtidaiyah Muslimat Nahdlatul Ulama (MIMNU) Sidoarjo pun sudah menggelar PTM.

Namun, Amak tidak mau mengambil risiko. PTM baru dibuka ketika sudah ada izin pemkot. ”Masalahnya, banyak siswa yang belum divaksin. Kalau guru sudah vaksin. Cuma yang komorbid belum,” katanya.

Madrasah juga belum pernah dilibatkan untuk menggelar vaksinasi. Selama ini, siswa madrasah hanya mengikuti vaksinasi masal di Gelora 10 November. Atau di puskesmas terdekat. Berbeda dengan beberapa SMPN maupun SMAN di Surabaya yang sudah pernah mengikuti vaksinasi masal.

Amak berharap siswa madrasah harus sudah divaksin sebelum PTM digelar. Ia khawatir dengan siswa yang belum berumur 12 tahun. ”Mereka belum vaksin. Rentan tertular. Tapi kami masih menunggu kajian dari pemkot seperti apa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: