STKW dan Dua Dekade Perjuangan Meraih Status Negeri (6): Dedikasi Tanpa Henti Nuzurlis Koto dan Agung Tato Suryanto

Agung Tato Suryanto, dosen STKW sekaligus perupa senior mengguratkan warna di kanvasnya, dalam studio seni rupa di kampus tersebut.-Giustino Obert Lisangan-HARIAN DISWAY
Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya dikenal sebagai salah satu kampus seni yang melahirkan banyak seniman. Dua di antaranya adalah Nuzurlis Koto dan Agung "Tato" Suryanto. Keduanya aktif berkarya dan mengajar hingga sekarang.
Di balik keterbatasan, di tengah ketidakpastian terkait statusnya, STKW punya reputasi mentereng. Dari segi pengajar, terdapat Nuzurlis Koto dan Agung "Tato" Suryanto.
Keduanya menjadi inspirasi bagi para mahasiswa. Mereka semua mencontoh kegigihan dan semangat dua seniman tersebut.
BACA JUGA:STKW dan Dua Dekade Perjuangan Meraih Status Negeri (5): Terancam Hadirnya ISI di Banyuwangi
Nuzurlis Koto: Legenda Seni dari Bukittinggi
Nama Nuzurlis Koto sudah lama dikenal dalam dunia seni rupa Indonesia. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1946.
Ia dibesarkan dalam suasana politik yang penuh ketegangan. Termasuk pengalaman menyaksikan langsung pemberontakan PRRI.
Latar itulah yang membentuk karakternya: keras, blak-blakan, dan pantang menyerah.
BACA JUGA:STKW dan Dua Dekade Perjuangan Meraih Status Negeri (4): Eksis dalam Bayang-Bayang Ketidakpastian
Saat ditemui Harian Disway pada Kamis, 14 Agustus 2025, Nuzurlis sedang beristirahat setelah memahat totem kayu jati setinggi 1,7 meter.
Nuzurlis Koto, seniman sepuh yang telah mengajar di STKW selama 39 tahun. Tepatnya sejak 1986.-Giustino Obert Lisangan-HARIAN DISWAY
Totem yang tak seperti lazimnya. Namun, berbentuk figur anak muda masa kini. "Totem kekinian," ujarnya, kemudian tertawa.
Pada usia 79 tahun, ia tetap produktif. “Kalau berhenti, artinya saya mati,” tegasnya.
BACA JUGA:STKW dan Dua Dekade Perjuangan Meraih Status Negeri (3): Aktif Jalin Kerja Sama Internasional
Minatnya pada seni sudah tampak sejak kecil. Namun, titik baliknya datang ketika ia bertemu pelukis sekaligus gurunya ketika SMA. Namanya Wakidi. Dari gurunya itu, ia belajar bahwa seni adalah hasil pengamatan dan latihan tanpa henti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harian disway