Dari Luar Dituduh Teroris, Di Dalam Perang Suku
Ayub juga tidak begitu paham Bahasa Indonesia. Suatu ketika, ia bertemu dengan mahasiswa asal Papua. Sayangnya mahasiswa tersebut tidak terlalu fasih berbahasa Inggris. Sehingga mereka berbicara pakai bahasa isyarat. Sambil sedikit-sedikit belajar Bahasa Indonesia. “Untuk memperlancar komunikasi, kalau ada waktu luang saya ke mal. Pura-pura beli sesuatu. Ngobrol sama kasir. Ya walau sering ditertawakan tidak masalah. Namanya juga belajar,” katanya kemudian tertawa.
Saat Ayub kuliah di Surabaya, negaranya relatif stabil. Bentuk pemerintahan jelas. Taliban masih tersingkir.
Namun menjadi warga negara Afghanistan itu sangat sulit. Apalagi sejak kejadian aksi teror pada 11 September 2001 di World Trade Center (WTC), New York. Pada tahun itu, Afghanistan dikuasai Taliban dan dituduh melindungi Osama Bin Laden, yang disebut-sebut sebagai dalang aksi teror WTC itu.
Sejak itu, Afghanistan sering disebut sarang teroris. Stigma itu masih melekat. Meskipun pemerintahan Taliban berhasil digulingkan beberapa bulan setelah penyerangan WTC.
”Selain itu, permasalahan di internal negara masih ada terus. Perang etnis masih sangat sering. Pemerintah yang berkuasa sering menggunakan nama etnis tertentu agar semakin berkuasa. Padahal kami hanya terdiri dari 18 suku. Dampaknya ke penduduk. Di luar kami dianggap teroris, di dalam kami fight sendiri,” keluhnya. (Andre Bakhtiar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: