Terpikat Romantisme Semarang
GPIB Immanuel, atau Gereja Blenduk, yang didatangi Justine dan Juniarto secara spontan. Setelah melihat pawai Paskah di depan hotel.
Selanjutnya, kami pergi menuju Kelenteng Sam Poo Kong. Dari Gereja Blenduk ke sana memakan waktu sejam. Di halaman Kelenteng, kami melihat langsung patung Laksamana Ceng Ho. Berdiri dengan gagah. Berlapiskan perunggu dan kabarnya dibuat langsung dari Tiongkok. Di tangannya terdapat semacam gulungan kitab.
Kami menjelajahi bangunan Kelenteng. Arsitekturnya sangat khas Tiongkok. Besar dan megah. Pilar-pilarnya berukir naga. Lampion-lampion merah di atap dan hio lo dengan dupa yang mengepul. Suamiku sempat juga mensketsa Kelenteng tersebut.
KEINDAHAN Kelenteng Sam Poo Kong menarik hati Juniarto untuk melukisnya.
Setelah puas menikmati Kelenteng, kami pergi ke Taman Bunga Celosia. Dari Kelenteng ke sana sejauh 37 kilometer. Letaknya di daerah Bandungan, di lereng Gunung Ungaran. Hawanya sangat sejuk. Seperti namanya, taman tersebut dipenuhi bunga dan dekorasi menarik yang nyaman bagi anak-anak.
Kami sempat berfoto di depan sebuah dinding yang dihias seperti rumah kurcaci. Lengkap dengan dua patung kurcaci di depan pintunya. Aku berpose merentangkan tangan seperti anak muda bahagia. Sedangkan suamiku tak punya banyak gaya. Ia memang orangnya selow. Nyantai kayak di pantai. Tapi gaya santainya itu yang selalu kurindukan.
Selepas dari Taman Bunga Celosia, kami naik ke atas, menuju Pondok Kopi. Sebuah kedai yang katanya memiliki spot sangat menawan. Kami harus melalui jalan kecil sebuah perkampungan. Terus naik dan harus berhati-hati karena curam. Suamiku membantuku berjalan menapaki langkah demi langkah. Perjuangan lumayan berat, tapi sepadan. Kedai Pondok Kopi menawarkan pemandangan puncak Gunung Ungaran yang megah dan biru.
Mengingat segala perjalanan itu membuatku bahagia. Momen bersamanya adalah momen paling berharga dalam hidupku. Aku percaya ia masih ada hingga kini. Masih menyertaiku. Hanya, ia berada di alam rohani. Alam kedamaian di sisi Bapa.
Aku yakin. Suamiku di surga memangku putri kecilku, Mary Rosary Fiory. Yang wafat dalam kandungan ketika aku hamil tiga bulan. Mereka setia menantiku. Kelak, aku akan kembali mendekap mereka dalam rengkuh dan pelukan. Menuntaskan rindu. Setelah sekian lama kubangun ketegaran sekuat kokoh Ungaran. (Retna Christa-Guruh Dimas-*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: