Polrestabes Mediasi Kasus SDI Cheng Hoo

Polrestabes Mediasi Kasus SDI Cheng Hoo

POLEMIK SD Islam Muhammad Cheng Hoo Surabaya dan wali murid angkatan 2017 dan 2018 berlanjut. Polrestabes Surabaya mempertemukan pihak yang beperkara kemarin (10/9).

Kasus mencuat Juni tahun lalu. Sebanyak 53 murid dikeluarkan dari sekolah dan diminta mencari sekolah lain. Kebijakan itu terpaksa dilakukan karena izin sekolah bermasalah.

SDI Muhammad Cheng Hoo mulai menerima murid sejak 2017. Izin baru keluar dua tahun setelahnya. Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya tidak mengakui dua angkatan pertama yang saat itu naik ke kelas 3 dan 4.

Upaya mediasi bolak balik dilakukan. SDI Cheng Hoo dan wali murid sudah dipertemukan di Dispendik dan DPRD Surabaya. Tuntutan ganti rugi yang diminta wali murid tidak bisa dipenuhi sekolah.

Wali murid membuat paguyuban. Yang awalnya 53 orang, kini hanya tersisa 29 orang. Beberapa orang memutuskan keluar dari paguyuban karena telah menjalin kesepakatan pribadi dengan sekolah.

Mereka melaporkan persoalan ini ke Polrestabes Surabaya sejak November tahun lalu. Kasusnya menggantung selama 10 bulan terakhir. “Kami bertemu di Polrestabes dengan harapan ada titik temu. Ternyata tetap saja mbulet,” ujar Koordinator Paguyuban Wali Murid Cheng Hoo Sapto Hari kemarin.

Yayasan atau penyelenggara pendidikan terancam pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar jika mengoperasikan sekolah tanpa izin. Namun, hingga kemarin polisi masih belum menetapkan tersangka atas kasus itu.

Mediasi alot. Masalah berkutat pada nilai ganti rugi yang harus dibayar sekolah. Paguyuban meminta ganti rugi sebesar Rp 235 juta. Namun pihak Cheng Hoo hanya menyanggupi nilai ganti rugi Rp 5 juta per wali murid. Sehingga totalnya Rp 145 juta.

Sapto mengatakan bahwa persoalan utama bukan terkait nominal. Ia ngotot memperjuangkan haknya karena ada banyak wali murid yang jadi korban. Dan kasus ini tidak hanya dialami wali murid SDI Cheng Hoo.

Sapto mendapati kasus serupa juga terjadi di banyak sekolah swasta di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Kasusnya juga sama-sama mencuat setahun belakangan. “Anak kami dijadikan syarat pengurusan izin sekolah. Saat izinnya bermasalah, kami jadi korban,” katanya.

Ketentuan mendirikan sekolah diatur di UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sekolah harus punya sumber peserta didik untuk mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah daerah.

Sapto ingin menggalang kekuatan dengan sesama korban dari sekolah lain. Rencananya ia akan menyusun judicial review agar persyaratan pendirian sekolah direvisi.

Sementara Pihak Cheng Hoo belum mau dikonfirmasi terkait hal tersebut. Mereka menyerahkan penyelesaian kasus itu ke Dispendik Surabaya. “Kami tidak berkomentar dulu,” ujar Ketua Harian Masjid Cheng Ho Hasan Basri. (Salman Muhiddin)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: