Nadiem Kesal, PTM Baru 40 Persen

Nadiem Kesal, PTM Baru 40 Persen

PEMBELAJARAN Tatap Muka (PTM) dikritik karena menimbulkan kluster Covid-19. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim bergeming. Ia tetap meminta sekolah menggelar PTM. Menurutnya, persentase siswa terpapar Covid-19 sangat kecil.

Ia justru kesal karena belum semua daerah memperbolehkan PTM. Padahal daerah tersebut tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. "Saya sudah hampir 8 bulan banting-banting meja terus, pergi ke daerah untuk segera melaksanakan PTM terbatas." kata Nadiem saat diskusi virtual Bangkit Bareng kemarin.

"Saya suka marah setiap kali ada berbagai daerah yang mungkin koneksi internet dan gawai saja tidak ada tapi memilih PJJ. Artinya dia tidak sekolah, harusnya daerah tidak melakukan itu," sambung Nadiem.

Menurut Nadiem, anak-anak Indonesia terancam ketinggalan pelajaran. Risikonya bisa mengganggu kesehatan mental anak karena selama 1,5 tahun belajar daring. Ia khawatir ada dampak psikologis hingga memengaruhi kemampuan anak-anak untuk terbuka terhadap pembelajaran.

Saat ini, kata Nadiem, baru 40 persen sekolah di Indonesia yang melakukan PTM terbatas. Baginya angka itu sangat sedikit. "Kalau kita tidak mau semakin ketinggalan lagi ya anak-anak harus PTM Terbatas dengan protokol kesehatan yang teraman di masing-masing daerah," kata pejabat yang biasa disapa Mas Menteri itu.

Kemendikbudristek, kata Nadiem, telah melakukan survei. Dari survei itu diketahui 80-85 persen masyarakat ingin anak-anak mereka kembali masuk sekolah. Kebutuhan PTM yang paling mendesak, lanjut Nadiem, justru anak-anak PAUD dan SD. Sayangnya mereka belum bisa vaksin.

PTM, menurut Nadiem, tidak perlu ditakutkan apabila semua sekolah bisa menaati aturan. "Semua peraturan dan SOP sudah jelas tinggal ikuti aja di SKB (surat keputusan bersama) empat menterinya. Tidak zaman lagi menutup sekolah, kecuali ada kemungkinan penularan. Tapi saat ini kemungkinan masih sangat kecil. Semua pengendalian dan kontrolnya ada di situ," kata Nadiem.

Menurut Nadiem, pihaknya telah bekerja sama dengan Kemenkes untuk melakukan riset mengenai risiko PTM. Kemenkes akan mengumpulkan sampling dari sekolah-sekolah.  "Ada opsi kepada sekolah untuk menggunakan kurikulum darurat. Jadi secara spesifik tidak lebih ketinggalan. Ternyata 36 persen sekolah-sekolah menggunakan kurikulum ini," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan membuka kuota lebih besar bagi siswa untuk ikut PTM. Bisa sampai 50 persen –saat ini baru 25 persen. Syaratnya, sekolah harus konsisten menerapkan protokol kesehatan.

"Kalau mereka (sekolah, Red) bisa mengontrol, misalnya yang positif hanya satu dua orang, kami bisa buka kuota lebih banyak," kata Budi melalui channel YouTube Sekretariat Kepresidenan. (Tomy C. Gutomo)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: