Seikat Bunga untuk Pejuang Laboratorium

Seikat Bunga untuk Pejuang Laboratorium

Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya dirombak habis-habisan untuk penanganan Covid-19 tahun lalu. Tenaga laboratorium bekerja 24 jam nonstop sejak lab khusus Covid-19 itu diresmikan 15 September 2020. Selama September tak ada acara apa pun untuk memperingati setahun laboratorium itu.

“MAAF agak telat. Seharusnya saya datang tanggal 15," ujar Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti di depan pintu masuk Labkesda. Dia memeluk seikat bunga mawar berwarna kuning dan putih yang diberikan ke Penanggungjawab Labkesda Surabaya Umi Widayati.

Umi tak menyangka dapat kejutan. Dia bahkan tidak ingat bahwa Labkesda diresmikan 15 September tahun lalu. “Nggak sempat mikir ke sana. Terima kasih, Bu. Bunganya sangat berarti bagi kami,” kata Umi sembari memandang pemberian Reni. 

Jam sudah menunjukkan pukul 16.30. Labkesda sudah sepi. Namun aktivitas mereka tidak berhenti sama sekali. Lab khusus Covid-19 di lantai 2 beroperasi 24 jam.

Kasus Covid-19 memang melandai sejak awal Agustus. Namun sampel yang masuk ke labkesda tetap tinggi. Pegawai tidak bisa bersantai. Apalagi pemkot menggelar swab masal di semua sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) sejak pekan lalu. Dalam satu hari ada 7 ribu sampel yang harus diperiksa.

Sampel-sampel dari sekolah ditumpuk di ruangan yang sudah terisolasi. Udara di ruangan berdinding kaca itu bertekanan negatif.  Artinya, tekanan udara di dalam ruangan lebih rendah ketimbang area luar. Sehingga, apa yang ada di dalam laboratorium tidak menyebar ke area sekitarnya. 

Umi mengajak Reni melihat ruangan itu. Sebanyak 25 tenaga laboratorium sibuk dengan lima mesin PCR yang bekerja tanpa henti. Mereka memakai “baju astronot”. Yaitu Alat Pelindung Diri (APD) level 1 yang menutup ujung rambut sampai ujung kaki petugas.

Ruangan tidak boleh dibuka tutup, tenaga laboratorium harus berada di ruangan itu selama 8 jam. Fokus menguji sampel. Keringat tentu menumpuk di pergelangan tangan hingga sepatu bot mereka. Itulah risiko yang dirasakan tenaga kesehatan (nakes) yang ada di garda depan menangani Pandemi.

Reni kagum dengan kinerja mereka. “Saya nggak bayangkan Juli kemarin bagaimana beban mereka?” kata Reni sambil terus memandang di balik dinding kaca.

Umi tersenyum. Juli lalu dia tertular Covid-19. Kasus sedang tinggi. Semua RS penuh. Bahkan beberapa RS swasta terpaksa menutup instalasi gawat darurat (IGD) karena tenaga kesehatan mereka juga banyak yang tumbang. Nakes di labkesda juga banyak yang terpapar. “Saya sampai swab sendiri lho, Bu,” kata Umi sambil menggerakkan jarinya ke arah hidung. 

Separo tenaga laboratorium saat itu tumbang. Semua kewalahan menangani varian Delta. Kasus harian di Surabaya saat itu mencapai 2.500 jiwa.

Itu angka yang tercatat. Yang tidak sempat diswab dan terpaksa dirawat di rumah sangat banyak. Bahkan pada pertengahan Juli TPU Keputih dan Babat Jerawat mendapat kiriman 190 jenazah pasien Covid-19.

Bulan itu jumlah sampel yang masuk mencapai 13 ribu. Dengan kekuatan laboratorium yang tinggal separo, pemeriksaan tidak mungkin dilakukan. Sebab kapasitas lab masih 3 ribu sampel. “Oh, makanya laboratorium sempat tutup beberapa hari,” ujar politisi PKS itu.

Umi mengangguk. Labkesda memang sempat diistirahatkan. Mereka sebenarnya tidak tutup total. Tapi mengerjakan sampel yang menumpuk tersebut.


Kunjungan Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti di Labkesda Surabaya kemarin (30/9).
(Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: