Momen Bertemu Wong Linuwih

Momen Bertemu Wong Linuwih

Untuk sampai menjadi pimpinan pusat Budda Jawi Wisnu, Legino Marto Wiyono melalui proses spiritual yang berliku. Sebelum menjadi pandhita, putrinya sakit. Seperti apa jalan selanjutnya?

Kusnadi. Pria yang kelak digelari dengan nama Legino Marto Wiyono itu sejak kecil telah akrab dengan pengalaman spiritual. Belum beberapa tahun menikah dan dikaruniai seorang putri, keluarga kecilnya mendapat ujian.

Anak pertamanya sakit. Tak bisa buang air besar dan buang air kecil. ”Sudah beberapa hari begitu terus. Rasanya tentu sedih sekali. Saya coba ke dokter, anak saya tak kunjung sembuh,” ujar Kusnadi alias Legino, ketika ditemui di rumahnya, di Bratang Gede III-i, Surabaya.

Ia mencoba bertemu dengan beberapa orang, termasuk paranormal-paranormal terkemuka di Surabaya. Tapi tetap tak mendapat solusi. Hingga ia berinisiatif menemui pamannya yang saat itu tinggal di daerah Ujung, Perak.

Nyapo, Le?,” kata pamannya. Menanyakan maksud Kusnadi ketika bertandang ke rumahnya. Ia berterus terang mengeluhkan putri sulungnya yang sedang sakit parah. Medis tak mampu menyembuhkan. Paranormal pun tak sanggup.

Sang paman hanya tersenyum. ”Mungkin yang kamu temui tidak terlalu linuwih. Paman punya kenalan,” ujarnya, seperti yang diceritakan Legino. Sang paman mengambil sepeda kebonya dan mengayuhnya.

Tanpa berkata-kata. Kusnadi tentu tahu, pamannya itu menghendakinya berlari lalu melompat ke atas boncengan sepeda. Seperti remaja zaman dulu ketika diantar ayahnya ke sekolah.

Keduanya berboncengan dari Ujung hingga ke Tambaksari. Peluh bercucuran di tengah terik kota Surabaya. Sesekali ia menawarkan untuk mengayuh sepeda. Tapi pamannya menolak. Katanya sekalian berolahraga.

Menjelang sore mereka sampai di sebuah rumah dengan papan kayu. Tampak klasik. Seseorang berbaju Jawa, dengan blangkon penutup kepala dan jarit menjuntai menyambut mereka. Ialah Poniman, kenalan paman Kusnadi yang katanya ’orang pintar’.

Setelah diajak duduk dan memberitahu maksud kedatangan mereka, Poniman bersidekap sambil menatap mata Kusnadi dalam-dalam. Kemudian merapikan posisi blangkonnya.

”Sekarang sampeyan-sampeyan pulang dulu. Harinya tidak tepat. Wayah nogodino. Gak apik. Datanglah kemari dua hari lagi,” ujarnya. Katanya kedatangan mereka tepat pada hari yang kurang baik. Jadi diimbau datang dua hari lagi.

Tentu sepanjang perjalanan kembali ke rumah pamannya, Kusnadi menggerutu. Bisa-bisanya mereka disuruh pulang hanya gara-gara hari buruk. Tapi pamannya hanya tertawa sambil menghiburnya.

Kowe itu tenang saja. Meski begitu Romo Poniman sudah nyuwun ke hadirat Hyang Batara Wisnu,” ujarnya. Pamannya menyuruh Kusnadi tenang, karena Poniman telah meminta bantuan kepada Hyang Batara Wisnu.

Tapi mendengar nama itu, Kusnadi mengernyitkan dahi. Hyang Batara Wisnu? Bukankah nama itu adalah nama Dewa dalam agama Hindu? Kusnadi tak mempersoalkan. Apa pun agamanya, yang penting anaknya bisa sembuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: