Momen Bertemu Wong Linuwih

Momen Bertemu Wong Linuwih

Ia saat itu merupakan penganut kejawen yang tak begitu jelas aliran apa yang dianutnya. Memang KTP-nya Muslim. Ia menikah pada pertengahan dekade ’60an juga secara Islam.

Dengan busana khas Jawa -berbeskap, blangkon, dan berkain panjang- Legino Marto Wiyono sedang memimpin peribadatan umat Budda Jawi Wisnudi yang digelar sanggar Pamujan Budda Jawi Wisnu, di Padepokan Sukmo Limo, Medokan Ayu Surabaya. (Guruh Dimas Nugraha Harian Disway)

Dua hari kemudian, Kusnadi dan pamannya datang kembali ke rumah Poniman. Seperti biasa, ia menyambut, menyuruh duduk. Kemudian Poniman masuk sejenak ke dalam kamarnya, lalu kembali lagi dengan membawa dua benda.

Satu berupa bahan-bahan yang harus ditumbuk, satunya lagi semacam minyak yang harus dilumurkan di tubuh Ina Asali, anak perempuan Kusnadi. Tiba-tiba Poniman memegang pundak Kusnadi.

”Setelah meminum ramuan saya, juga setelah anakmu dilumuri minyak, nanti dia bisa buang air kecil dan buang air besar. Tapi coba lihat, fesesnya nanti adalah dedak (makanan ayam/kuda),” ujarnya.

”Bagaimana bisa, Romo?,” tanya Kusnadi. ”Kamu sebenarnya diguna-guna. Ada orang yang membencimu. Tapi guna-guna itu salah sasaran, karena nyasar ke anakmu. Soale tunggal kringet,” ungkapnya. Guna-guna itu menyasar ke anaknya karena masih berhubungan darah.

Sampai di rumah, Kusnadi dan istrinya menumbuk bahan-bahan tersebut kemudian mencampurnya dengan air. Diminum oleh putri kecilnya. Minyak tersebut juga dioleskan ke sekujur tubuhnya.

”Memang benar. Terdengar menjijikkan, tapi itulah yang terjadi. Maaf, kotoran yang keluar bercampur dengan dedak. Jadi guna-guna itu berisi dedak,” ujar Legino yang kini berusia 78 tahun itu.

Setelah putrinya dapat buang air kecil dan buang air besar, esok, dan seterusnya jadi lancar. Kusnadi merasa sangat berterima kasih terhadap Poniman. Ia datang kembali dan mencium tangan orang yang dianggapnya tabib linuwih itu.

Setelah berbincang-bincang lama, terkuaklah bahwa Poniman adalah penganut Budda Jawi Wisnu. Sebuah kepercayaan berbasis pemujaan kepada Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam semesta, beserta Dewi Sri, istri Dewa Wisnu sebagai Dewi Kesuburan.

Sebagai pemimpin umat, Legino Marto Wiyono diundang menghadiri upacara suroan di sanggar Sapto Darmo, Jalan Darmo Permai Selatan Surabaya, yang dihadiri Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia. (Guruh Dimas Nugraha Harian Disway)

Lantas, ia belajar banyak dari Poniman. Budda Jawi Wisnu yang dipahami pemeluknya, berbeda dengan sekte Waisnawa di India. Meski sama-sama memuja Batara Wisnu. Namun dasar keagamaannya berbeda.

”Kata Wisnu bagi kami tak mewakili sosok Tuhan secara personal, namun lebih pada ungkapan tentang kemanunggalan, atau proses menyatunya manusia dan Tuhan. Wisnu berarti wis nunggal (telah menyatu),” ungkapnya.

Proses belajar tentang Budda Jawi Wisnu membuatnya tertarik. Selain itu, daya spiritual dalam dirinya dapat terbuka lebar berkat meditasi dan laku puasa yang dijalaninya. Poniman suka dengan ketekunan murid barunya itu.

Kusnadi pun mengucapkan sumpah di hadapan Poniman, menjadi pemeluk agama Budda Jawi Wisnu. Sejak itulah petualangan panjangnya dimulai. Bermula merasakan hidup beragama yang terkekang dan penuh ketakutan pada 1965.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: