Review Darli and the Cocky Prince : Komedi Ber-setting Galeri

Review  Darli and the Cocky Prince : Komedi Ber-setting Galeri

Di dunia ini, selalu ada ruang untuk komedi romantis. Dan di antara gempuran serial bergenre manis dan lucu sepanjang September, Darli and the Cocky Prince layak mendapat perhatian lebih. Komedinya memang agak komikal dan konyol. Namun, ceritanya oke. Naskahnya ditulis dengan baik. Dan penokohannya spot on.

 

DRAMA biasanya dibuka dengan tokoh yang saling bertolak belakang. Kaya dan miskin. Periang dan tsundere. Blak-blakan dan overthinking. Darli and the Cocky Prince, di sisi lain, mengangkat karakter yang sama-sama kaya. Tapi tetap bertolak belakang. Yang perempuan kaya dari lahir. Sedangkan yang cowok adalah tipikal orang kaya baru. Kepribadian mereka berbeda 180 derajat. 

Kim Da-li (Park Gyu-young), adalah anak pemilik museum seni yang kaya tujuh turunan. Sang ayah, saking cintanya pada seni, memberi dia nama Da-li. Diambil dari pelukis surealis Spanyol, Salvador Dali. Namun, dalam beberapa pengucapan—termasuk bahasa Indonesia—nama dia diubah menjadi Darli. 

Dari kecil, Da-li mendapatkan pendidikan terbaik. Dia memegang gelar master seni dari beberapa universitas sekaligus. Dan lancar berbicara dalam tujuh bahasa. Setelah kelar sekolah di Amsterdam, Belanda, dia menjadi periset tamu di sebuah galeri top.

Di sisi lain, Jin Moo-hak (Kim Min-jae), merupakan anak pemilik restoran franchise gamjatang. Berbeda dengan Da-li, ia pernah mengalami masa susah. Ia tidak kuliah, demi membantu sang ayah membesarkan warung. Sampai akhirnya bisa menjadi bisnis raksasa bernilai jutaan dolar. Seumur hidup, Moo-hak hanya tahu cara memasak dan menghasilkan uang. 

Pertemuan dua pribadi yang bertolak belakang itu terjadi akibat kesalahpahaman. Menjelang pesta malam seni, Da-li diminta menjemput kolektor yang superkaya. Nama depannya Jin. Sementara itu, Moo-hak dijadwalkan menghadiri pesta yang diadakan asosiasi peternak babi sedunia, di Amsterdam. Da-li menjemput orang yang salah. 

Kekeliruan itu dengan cepat disadari oleh mereka berdua. Namun, karena beberapa insiden, Moo-hak akhirnya menginap di rumah Da-li. Esoknya, ia dijemput anak buahnya. Namun, hanya dalam semalam Moo-hak sudah jatuh cinta kepada gadis elegan itu. Ia menyerahkan arloji Audermas Piguet kesayangannya kepada Da-li. Sebagai janji untuk bertemu lagi.

Mereka memang bertemu lagi tak sampai dua pekan kemudian. Di Korea. Tapi kondisinya sudah jauh berbeda. Da-li berduka karena ayah dia wafat. Sementara Moo-hak hendak menagih utang. Ya, sebelum berkenalan dengan Da-li, ia secara sembarangan meminjamkan uang USD 2 juta (setara Rp 28,5 miliar) ke galeri Cheong-son, milik ayah Da-li. 

 

Pelan Tapi Asyik

Dari situ, sebenarnya cerita sudah bisa ditebak. Da-li mengambil alih museum milik sang ayah. Namun dia harus menghadapi kenyataan bahwa ayahnya bangkrut. Utang menumpuk di mana-mana. Sedangkan Moo-hak, yang pengetahuannya soal seni nol besar, akan menjadi malaikat penolong. Mereka akan menghadapi burung-burung bangkai yang mengincar museum tersebut. 

Ya, sebagai serial komedi romantis, pasti arahnya akan begitu. Namun, jalan menuju ke sana dibangun pelan-pelan oleh duet penulis Son Eun-hye dan Park Se-eun. Moo-hak tidak ujuk-ujuk jadi investor museum. Ia hanya membantu memperbaiki keuangan museum. Dengan caranya sendiri yang jenaka. Sementara Da-li masih harus mencari sponsor ke sana kemari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: