Pengembang Tunggu Aturan Pengganti IMB
IZIN mendirikan bangunan (IMB) sudah dihapus pemerintah. Berdasarkan UU Cipta Kerja (Ciptaker), IMB digantikan dengan persetujuan bangunan gedung (PBG). Sayangnya aturan itu masih bermasalah.
Sekretaris Real Estate Indonesia (REI) Jatim Andi Rahmean Pohar mengatakan, sampai kemarin permasalahan PBG belum menemukan titik terang. Padahal mulai 2 Agustus lalu IMB sudah tidak bisa terbit.
Pemerintah mengeluarkan mekanisme baru. Pengurusan PBG hanya bisa diakses melalui simbg.pu.go.id. Sedangkan IMB maupun PBG sebelumnya melalui administrasi pemerintah kota (pemkot).
Andi mengatakan, PBG tidak bisa terbit karena pemkot belum memiliki perda untuk mengatur itu. ”Dalam aturan turunannya pemkot maupun pemerintah daerah (pemda) harus membuat perda untuk mekanisme PBG. Sedangkan sampai kemarin aturan itu belum ada,” katanya.
Ruwetnya penerbitan PBG berdampak pada pengusaha properti. Terutama pengusaha yang hendak membangun rumah baru. Mereka tidak bisa membangun rumah baru karena terganjal PBG. Padahal pemerintah sudah memperpanjang program free Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah baru.
Permasalahan ini tidak hanya dirasakan di Jatim. Melainkan seluruh kota di Indonesia yang belum memiliki perda mengenai PBG. Andi mendorong pemkot, pemda, dan pemerintah pusat segera menyelesaikan masalah ini. Agar kesempatan free PPN bisa dirasakan semua developer properti.
Di Jatim ada 500 perusahaan properti yang terdata di REI Jatim. Tiap perusahaan memiliki minimal 1 proyek yang sedang dikerjakan. ”Tapi data secara pasti kami tidak tahu,” kata Andi.
Wakil Sekretaris Bidang Perumahan Subsidi REI Jatim Ahmad Anis mengatakan, ada dua poin lagi yang bermasalah. Yakni terkait sistem one single submission (OSS) dan lingkungan hidup. Untuk OSS tidak disediakan opsi bidang properti.
Anis mengatakan pada OSS yang baru, opsi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) hanya terdapat dua scope. Pertama pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk investasi modal asing. Kedua pusat perbelanjaan. ”Padahal dulu ada opsi untuk rumah setapak,” katanya.
Sedangkan dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 5 tahun 2021 mengatur tentang analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Terutama untuk pembangunan properti yang memiliki luas minimal 1 hektare.
”Padahal dulu tidak seperti itu. Perumahan beda dengan apartemen. Limbah yang dihasilkan perumahan hanya detergen. Beda dengan apartemen. Ada kebisingan dan lain-lain. Ini kan aneh,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati menyampaikan, aturan tentang PBG memang belum selesai dibahas. Sampai kemarin masih pada tahap sinkronisasi. Sebab aturan PBG harus dikomunikasikan juga dengan pemerintah provinsi.
Aning juga masih menunggu kabar dari pemkot. ”Saya cek dulu. Apakah nanti hasilnya peraturan daerah (perda) atau peraturan walikota (perwali),” ujar politikus PKS itu. (Andre Bakhtiar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: