Nyaris Nol Kematian di Jatim

Nyaris Nol Kematian di Jatim

KINERJA jajaran Satgas Covid-19 baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi patut diapresiasi. Sebab, asesmen situasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan hasil yang gemilang. Angka fatalitas mencapai 0,16 persen.

Beberapa hari sebelumnya, rata-rata kasus kematian sekitar 10-15 per hari. Lalu kian mengecil. Pada 7 Oktober lalu, hanya ada 8 kasus kematian. Itu tersebar di delapan kabupaten/kota. Sehari setelahnya (8/10), menurun menjadi 7 kasus kematian saja. Dan itu tersebar di lima kabupaten/kota.

Artinya, sekitar 33 kabupaten/kota tercatat nol kasus kematian akibat Covid-19. Atau setara dengan 79,85 persen wilayah mencapai nol kematian. Hasil itu sangat melegakan. Apalagi jika dibandingkan dengan gelombang kedua pada Juli lalu. Jumlah kasus kematian konstan mencapai ratusan tiap hari.

”Tentu, angka kematian yang kecil sekarang merupakan buah dari berbagai upaya kita selama ini,” ujar Jubir Satgas Covid-19 Jatim Makhyan Jibril, kemarin (10/10). Misalnya, penambahan ruang isolasi khusus dan ICU di setiap rumah sakit (RS), menyiapkan 164 RS rujukan, RS darurat lapangan, dan stasiun pengisian oksigen gratis di berbagai daerah. Juga masifnya upaya testing, tracing, dan treatment (3T).

Jibril mengatakan, kecilnya jumlah kasus kematian berimbas pada penurunan level. Ada 32 kabupaten/kota yang masuk level 1. Sisanya, 6 kabupaten/kota masuk level 2. Itu berdasarkan asesmen situasi Covid-19 dari Kemenkes.

”Ini merupakan modal awal agar Jatim segera masuk level 1 untuk aturan di Inmendagri,” jelasnya. Sebelumnya, pada Inmendagri No 47 tahun 2021, hanya Kota Blitar saja yang dinyatakan level 1. Sisanya, masuk level 2 bahkan level 3.

Itu disebabkan oleh capaian vaksinasi di berbagai daerah yang masih rendah. Yakni belum mencapai 70 persen untuk dosis pertama. Termasuk juga capaian vaksinasi lansia belum mencapai 60 persen. “Harapannya daerah yang sudah level 1 menurut asesmen Kemenkes bisa mengejar capaian vaksinasinya masing-masing,” ungkapnya.

PETUGAS membersihkan bed di RS darurat di Tambak Wedi, Surabaya yang sudah tidak punya pasien lagi. (Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi faktor rendahnya jumlah kasus kematian akibat Covid-19. Pertama kapasitas respons yang sangat tinggi. Kapasitas tracing dan jumlah testing Jatim sangat memadai. Yakni mencapai 22,5 rasio kontak erat per kasus dan 170 ribu tes per minggu.

Dampaknya, kasus konfirmasi positif bisa ditemukan lebih awal. Lalu, upaya isolasi pun cepat dilakukan. Sehingga kemungkinan penyebaran kasus pada orang berisiko tinggi bisa dicegah. ”Dengan demikian kasus kematian bisa ditekan. Angka positivity rate kita sudah mencapai 0,49 persen,” ujarnyi.

Khofifah juga menyebut bahwa bed occupancy rate (BOR) RS juga sudah rendah. Di antaranya, BOR ICU 7 persen, isolasi 4 persen, dan bahkan RS darurat lapangan tercatat 2 persen. ”Artinya sudah sangat jauh di bawah standar WHO yang 60 persen itu,” katanyi.

Kepala Dinas Kesehatan Jatim Erwin Astha Triyono berharap agar semua wilayah bisa mencapai nol kasus kematian. Menurutnya, ada berbagai upaya yang harus konsisten dilakukan. Pertama, yang mendasar soal paradigma masyarakat terhadap Covid-19 harus diubah.

”Masih banyak stigma keliru soal Covid-19. Banyak yang menganggap terpapar covid sebagai aib. Ini yang harus diubah dengan edukasi. Jadi kalau ada yang terpapar bukan malah takut, tapi segera lapor untuk isolasi,” jelasnya.

Kedua, upaya 3T harus merata dan ditingkatkan di setiap wilayah. Sebab, semakin cepat seseorang ditemukan terkonfirmasi positif maka isolasi bisa segera dilakukan. Dari situlah tingkat kesembuhan juga otomatis meningkat. Ketiga, vaksinasi harus lebih dipercepat. “Itu yang paling penting. Tidak bisa ditawar,” kata mantan Dokter Penanggungjawab Pasien RS Lapangan Indrapura itu.

Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengapresiasi capaian Jatim. Ia mengingatkan bahwa tujuannya harus ditingkatkan. Yakni bukan hanya mencapai nol kematian saja. Sebab, hasil itu bisa setiap waktu berubah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: