Setiap Kain Berfilosofi

Setiap Kain Berfilosofi

Semuanya dibuat unisex. Artinya pria maupun wanita dapat mengenakannya. Disesuaikan dengan keinginan. Kain dapat dijahit menjadi kemeja, blouse, dress, baju terusan, dan lain-lain.

”Budaya lokal adalah sesuatu yang harus diangkat. Yogyakarta memiliki banyak sekali sisi-sisi budaya yang belum dieksplolaris. Artine mengangkatnya supaya bisa dikenal lebih banyak orang. Sehingga inilah yang jadi ciri khasnya,” imbuh Erli.

Artine mencoba mendekati generasi muda sebagai pangsa pasarnya. Itu terlihat dari model yang dipilih rata-rata berumur awal 20-an tahun. Keputusan tersebut dipilih supaya generasi milenial diharapkan membuka diri dengan budaya serta pemahaman lokal.

Dengan begitu, cerita dan filosofi di balik setiap produk dapat dilestarikan karena semuanya berhubungan dengan kekayaan intelektual Yogyakarta. Brand yang resmi dilluncurkan pada Januari 2020 tersebut memang sudah pernah membuat beberapa jenis kain sebelumnya.

Dengan mengusung sejumlah tema budaya lokal. Ada pula koleksi tetarian yang dirilis pada Maret 2021. Menampilkan kain dengan pola tari Golek Menak, Bedhaya Sapta, Bedaya Tirta, dan Srimpi Muncar.

Mundur ke awal peluncuran merek, Artine menghadirkan koleksi Sumbu Imajiner dengan tema Memaknai Yogyakarta. Istilah yang merujuk pada garis yang ditarik dari Gunung Merapi, Tugu Pal Putih, Keraton Yogyakarta, dan Pantai Parangtritis. Ilustrator Aprilia Muktirina didapuk sebagai pembuat motif.

Erli menegaskan kalau Artine akan fokus dalam penyediaan kain dengan filosofi mendalam. Setiap produk akan dibubuhi kisah dari budaya lokal. Dituangkan ke dalam pola serta gambar yang menarik perhatian sehingga layak dipakai sebagai penunjang penampilan.

”Kelak akan ada tema lain yang akan dikeluarkan. Dibagi ke dalam season-season mengikuti waktu yang sudah dijadwalkan,” pungkas Erli. (Heti Palestina Yunani-Ajib Syahrian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: