Barisan Celeng Ganjar
Biasanya politikus bersemangat kalau mendapat dukungan artis. Namun, Ganjar sama sekali tak menyinggung dukung-mendukung yang ramai di luar. Murni bahas ternak merpati yang harganya bisa miliaran rupiah.
Nah, ada dua cara dalam melihat kontroversi barisan celeng yang dilekatkan kepada para pendukung Ganjar itu? Pertama, kontestasi politik di dalam PDIP.
Beberapa kali mengikuti pilpres, PDIP punya cara unik dalam konvensi calon presiden. Konvensi dengan juri tunggal: Megawati Soekarnoputri. Dialah yang menjadi penentu akhir siapa kader yang akan diusung memimpin negeri ini.
Saya mengenal Mbak Mega –demikian saya biasa memanggil beliau sampai sekarang– sejak lama. Ketika belum menjadi ketua umum PDIP. Saat masih jadi simbol tokoh oposisi melawan pemerintahan otoriter Soeharto.
Sepanjang itu, putri Bung Karno tersebut lebih rasional dalam memilih pemimpin nasional maupun daerah. Dia tidak terpaku dengan seseorang. Dia lebih melihat kepentingan yang lebih besar.
Dia bisa mengabaikan kadernya yang telah lama mengabdi jika peluang menangnya kecil. Dia lebih memilih orang baru jika itu berprestasi dan bisa mendongkrak partainya. Dia juga bisa mengabaikan keluarga sendiri.
Banyak contoh telah dia tunjukkan. Tampilnya Presiden Joko Widodo sebagai presiden yang diusung PDIP salah satunya. Demikian juga dengan banyak kepala daerah yang diusungnya.
Jadi, apa yang menimpa Ganjar itu bisa disebut bagian konvensi unik calon presidan ala PDIP. Jika bisa lolos dengan berbagai serimpungan di internal partai, Ganjar pasti makin meyakinkan Mbak Mega untuk memilihnya.
Dia selalu punya kebiasaan menguji kadernya untuk menghadapi badai dan rintangan. Jika seorang kader mampu menghadapinya, apalagi berhasil mengonsolidasikan internal partai, akan dianggap sebagai kader tahan banting dan layak jadi pemimpin.
Kedua, PDIP pasti juga tidak gegabah dalam mengusung calon presiden mendatang. Sebab, inilah pilpres yang krusial. Yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pilpres yang berbarengan dengan pemilihan umum legislatif.
Berdasar pengalaman pemilu sejak reformasi, kandidat presiden selalu segaris dengan perolehan suara partai. Pengusung pemenang presiden selalu diikuti perolehan suara partai yang signifikan.
Partai akan hati-hati dalam menetapkan calon presidennya mendatang. Juga, pasti berpikir seribu kali jika ingin mengusung calon yang elektabilitasnya rendah. Sebab, jika itu terjadi, suaranya bisa ikut nyungsep di pemilu.
Saya yakin PDIP, wabilkhusus Mbak Mega, tak akan mau gambling dengan itu. Dia akan lebih mementingkan menyelamatkan partai yang dibangun ketimbang mengusung capres sembarangan.
Jelas, kan!
By the way, bagaimana ya caranya agar perbendaharaan binatang dalam jagat politik kita tak berketerusan? Masak politik kita dipenuhi dengan idiom cebong, kampret, kadal gurun, celeng, dan seterusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: