Pelindo Didorong Bikin Usaha Pelayaran Sendiri
Kapal kargo curah atau bulk carrier kini jadi tumpuan ekspor nasional. Bulker, menggantikan peran kapal kontainer yang langka selama pandemi.
“SAYA menelusuri kenapa ekspor bisa lancar lagi beberapa hari terakhir. Ternyata pengusaha pakai kapal bulk carrier,” ujar Sekretaris Forum Maritim Jatim Ali Yusa, kemarin (25/10). Kapal kargo curah itu sebenarnya dirancang untuk mengangkut barang mentah seperti batu bara, semen, biji-bijian, logam, hingga minyak.
Kata Yusa, bulk carrier adalah kapal dengan populasi terbesar di dunia. Ada 16.892 unit yang masih beroperasi. Banyak perusahaan pelayaran nasional memiliki kapal jenis ini.
Bulk carrier punya kelebihan memiliki daya angkut besar. Bulker mini memiliki bobot mati 15 ribu hingga 39 ribu ton. Ada juga yang memiliki ukuran super besar hingga memiliki bobot mati 400 ribu ton.
Cuma, kapal jenis itu tetap tidak bisa mengangkut kontainer. Bagian cargo memiliki hatches atau penutup untuk melindungi barang dari air.
Penutup itu didesain dengan bukaan luas untuk mempermudah pemindahan kargo. Namun tetap saja tidak didesain untuk kontainer. “Jadi barangnya dikemas pakai kantong. Tak ada rotan akar pun jadi,” kata Kaprodi Teknik Perkapalan Universitas Muhammadiyah Gresik itu.
Barang dalam kantong tidak bisa dipindah-pindah seperti kontainer. Yang sudah telanjur diletakkan di dasar tidak bisa dipindah ke atas.
Konsekuensinya, kapal yang berangkat harus sekali jalan. Misalnya kapal yang mengirim barang ke Tiongkok dan Rusia. Biasanya kapal kontainer bisa mampir ke Singapura untuk bongkar muat. “Karena kantong tidak bisa dipindahkan, maka perjalanannya cuma bisa port to port. Tidak bisa mampir-mampir,” lanjut alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.
Keuntungan pengusaha pelayaran tentu jadi berkurang. Namun, cara itu tetap lebih masuk akal, dari pada tidak mengirim barang sama sekali.
Salah satu penyebab kelangkaan kontainer adalah kebangkitan Tiongkok dari pandemi. Keran ekspor yang sempat tersumbat saat lockdown, dibuka sebesar-besarnya.
Saat ekspor mereka memuncak, kontainer yang sudah sampai ke negara tujuan langsung ditarik kembali ke Negeri Panda. Perdagangan global kena imbasnya. Namun situasi kini mulai kondusif kembali. Ekspor Tiongkok tak lagi ngebut.
Sebelumnya, Ketua DPC Indonesia National Ship Ownership (INSA) Surabaya Steven H. Lasawengen mengatakan, sirkulasi kontainer mulai pulih. Kapal dari Tiongkok tidak langsung ditarik. Eksportir bisa menitipkan barangnya ke kapal mereka.
Kepala Pengelola Export Centre Surabaya Thomas Stefanus Kaihatu mengakui bahwa situasinya tidak separah Agustus lalu. Saat itu, banyak barang yang tertahan di gudang karena benar-benar tidak ada kapal yang datang. Namun, ia menilai situasi saat ini tetap masih jauh dari normal. “Setahu saya, sampai hari ini masih belum membaik,” ujar Tommy, panggilan akrabnya.
Pengusaha tidak bisa hanya mengandalkan melandainya perdagangan Tiongkok. Perlu kepastian agar persoalan kontainer tidak menjadi masalah kambuhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: