Membantu untuk Bertahan dalam Pandemi

Membantu untuk Bertahan dalam Pandemi

Sebenarnya, para waria baru “berjatuhan” ketika gelombang kedua Covid-19 pada Juni lalu. Kegiatan rutin Al-Fatah juga terpaksa rehat. Kebanyakan dari mereka isolasi mandiri (isoman) di kediaman masing-masing. Waria dengan kondisi parah baru dilarikan ke rumah sakit. 

Biasanya, waria tinggal berkelompok. Dalam satu kontrakan atau kos-kosan, mereka tinggal beramai-ramai. Atau setidaknya tinggal di satu lingkungan, walau berbeda RT. Maka, jika ada yang positif (Covid-19), ia langsung dikarantina di kamarnya. 

Mereka membentuk tim relawan untuk mengurus waria yang terkena Covid-19. Misi ini dipimpin Ayu Kusuma dan Rully Malay. Makanan, obat-obatan, hingga tabung oksigen terus dipantau. Untuk menjaga protokol kesehatan, sembako juga diambil secara bergiliran.

“Dari pemerintah enggak dapet (bansos). Cuma dari teman-teman komunitas aja. Waktu saya sudah sembuh, kan ada teman yang sakit juga, kami buat kegiatan bagi yang isoman. Kami anterin makanan, sembako, dan bantuan kos,” tutur Ola, waria penyintas Covid-19.

PENYINTAS COVID-19, Ola kini tergerak untuk membantu sesamanya, para waria di Yogyakarta.
(Foto: JESSICA ESTER UNTUK HARIAN DISWAY)

Menurut Shinta, edukasi Covid-19 didapatkan lewat pengalaman. Untuk bertahan dari pandemi itu, mereka belajar dari peristiwa terdahulu. Yakni ketika mereka membantu menangani kasus-kasus HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang kerap menimpa para waria.  

“Tidak perlu kalang kabut, semua kita lakukan dengan step by step. Kami dibimbing dokter juga,” cerita Shinta. 

Bantuan dari berbagai komunitas, dan organisasi masyarakat juga membantu mereka untuk bertahan. Mereka pernah melakukan tes antigen bersama-sama. Program itu berkolaborasi dengan klinik dan lembaga non pemerintah. Semua waria dicek dari lokasi masing-masing.

Kini, seluruh waria telah divaksin. Beberapa waktu lalu, YAKKUM dan PKBI Yogyakarta mengadakan program vaksinasi untuk kaum marjinal. Yakni, bagi pekerja seks, waria, dan lansia. Para waria mendapatkan kuota 150 orang. 

Menurut Shinta program itu menjadi peluang bagi para waria. Sebab, mereka terkadang merasa malu untuk vaksin di tempat umum. Apalagi, beberapa waria juga belum memiliki KTP. Otomatis tidak bisa vaksin. Atau, karena KTP-nya tidak sesuai domisili. 

Di program vaksinasi itu, waria dapat divaksinasi, walau tak memiliki KTP.

Seiring membaiknya pandemi di Indonesia, komunitas-komunitas pemberdayaan waria mulai hidup kembali. Program keagamaan hingga keterampilan diadakan secara bertahap. 

“Akibat pandemi, justru kekeluargaan terbangun. Komunitas kami malah dapat manfaat, bisa lebih guyub. Empati kawan-kawan semakin tinggi,” aku Shinta. (Jessica Ester)

KERJA SAMA dengan Indo Relawan dalam pembagian sembako untuk warga dan para waria di Yogyakarta.
(Foto: Jessica Ester untuk Harian Disway)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: