Komunitas Kostum Surabaya Siap Meramaikan Tunjungan
Merias diri menjadi berbeda ternyata punya penggemar setia. Yang ini tergabung dalam Komunitas Kostum Surabaya (KKS). Mereka biasa tampil memerankan suatu karakter. Baik fiksi maupun non-fiksi. Sampai penonton tidak bisa melihat wujud asli di baliknya.
Pencetus komunitas itu adalah Mochammad Suedi dibantu sahabatnya, Syaiful Hamzah. Mereka menyebut diri sebagai pemeraga sosok atau costume player atau cosplayer. Istilah yang lekat dengan para penggiat kultur pop Jepang yang punya kebiasaan menirukan karakter anime.
Namun meskipun bisa disebut cosplayer, sebutan dari penggiatnya, tidak berfokus pada kultur Negeri Sakura saja. Cakupannya lebih luas. Pemeran kostum atau costume player itu adalah mereka yang suka memeragakan sosok atau karakter tertentu.
”Saya dan teman-teman Komunitas Kostum Surabaya sudah melakukannya selama beberapa tahun. Menampilkan kostum-kostum dari berbagai belahan dunia,” kata Mochammad Suedi.
Mochammad Suedi berfoto dengan seorang anak didiknya yang didandani ala penyihir dengan pakaian serba hitam. (Komunitas Kostum Surabaya untuk Harian Disway)
Pria yang akrab disapa Edi itu menjelaskan kalau komunitasnya memang belum begitu terkenal. Ia dan kawan-kawan berkumpul sejak tahun 2013. Mereka kemudian merapatkan barisan kembali untuk menghadapi kondisi.
Utamanya saat susah sekali mencari event atau tempat berkumpul masyarakat lantaran pandemi. Padahal di sanalah tempat yang paling sering mereka ramaikan untuk menunjukkan penampilan para anggota.
Karena masih baru, anggotanya pun belum banyak. Sekitar 20-an orang dan setengah di antaranya adalah anggota aktif. Mereka biasanya berkumpul untuk saling berbagi event yang memungkinkan menyambut kehadiran pada cosplayer.
Edi dan kawan-kawan sempat menjadi pemeran pendukung dalam sejumlah acara. Salah satunya ketika program televisi YKS. Mereka sempat membintangi YKS saat tur ke Surabaya. Karena dianggap keren, pihak penyelenggara ingin membawa mereka ke Jakarta untuk jadi figuran tetap.
Namun, Edi memilih untuk bertahan di Surabaya karena telah menjalankan profesi sehari-hari sebagai penyedia vendor mural dan guru kesenian di sebuah sekolah internasional.
Anggota Komunitas Kostum Surabaya yang memakai kostum Suku Apache. Momen bersama seperti inilah yang menyatukan para anggota hingga terbentuklah Komunitas Kostum Surabaya. (Komunitas Kostum Surabaya untuk Harian Disway)
”Saya dan teman-teman pertama kali berkumpul pada 2013 saat kami memakai pakaian ala Suku Apache. Lalu populer dan kemudian dikontak sama produsernya biar datang ke Jakarta meskipun akhirnya kami tidak mau. Setelah itu saya mulai aktif tampil di sejumlah acara dan akhirnya bertemu dengan orang-orang yang sehobi,” ujarnya.
Anggota Komunitas Kostum Surabaya rata-rata memang tidak punya minat terjun ke dunia hiburan. Mereka sepenuhnya menganggap aktivitas ini sebagai hobi dan kesenangan. Urusan mendapatkan pundi-pundi tambahan adalah bonus.
Pria 43 tahun itu mengakui kalau sekali tampil, ia bisa dapat ceperan lumayan banyak. Bisa sampai jutaan hanya dalam beberapa jam tampil. Itu pun dilakoni anggota lain. Termasuk seorang ibu yang membuat kostum dari daun-daun kering yang diwarnai lalu ditempel ke badan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: