Ingin Hari Pahlawan Libur

Ingin Hari Pahlawan Libur

Suasana yang khidmat saat pengunjung ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya yang mengantar Arul Lamandau memulai aksinya. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Sebelum pentas dimulai, mereka saling berdiskusi tentang sejarah terjadinya 10 November, juga kesiapan Arul dalam bermain biola selama 45 jam. Arul menenangkan mereka semua. Dari wajahnya ia begitu yakin. ”Mengapa harus empat puluh lima jam? Karena jika ditambahkan permainan saya tiga tahun lalu, jumlahnya sudah pas. 1945,” ungkapnya.

Pada 2018, Arul pernah membawakan pementasan yang sama. Namun ketika itu temanya hanya untuk memperingati Hari Pahlawan saja. Ia bermain biola selama 19 jam non-stop. “Kali ini berbeda. Ada keppres yang saya perjuangkan untuk dapat diubah. Hari Pahlawan harus ditetapkan sebagai hari libur!,” ungkapnya.

”Bagaimana rasanya ketika bermain selama 19 jam pada 2019?,” tanya seorang dari mereka. Arul bertanya balik, “Coba tebak?”. Rata-rata mereka menebak bahwa Arul akan mengalami kelelahan, kehilangan kesadaran, micro sleep atau tertidur sejenak ketika bermain, pingsan dan sebagainya.

”Kalau pingsan dan kehilangan kesadaran sih enggak. Tapi lainnya betul. Dampaknya, setelah performance selesai, saya tidak bisa jalan,” ujarnya. Tentu semua itu terjadi akibat kelelahan. Arul pun sadar bahwa kali ini rasa lelah yang dihadapi akan lebih ekstrem.

Tapi sekali lagi ia menenangkan semua orang. Ia pasti bisa mengatasinya. Lima belas menit sebelum pukul dua belas malam, para pengunjung telah bertepuk tangan riuh. Menyemangati Arul. Ia telah bersiap dengan biola di tangannya.

Penampilan Arul Lamandau dalam ”Main Biola 45 Jam Non-stop: Menuju 10 November sebagai Hari Libur Nasional” diramaikan oleh jam session dan pembacaan puisi. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Seorang tokoh budaya bernama Zainal Karim yang mengenakan pakaian batik dan blangkon Suroboyoan membuka acara. ”Arul akan bermain biola 45 jam. Angka itu kalau ditambahkan, jumlahnya sembilan. Angka tertinggi simbol keberuntungan. Arul pasti bisa melewatinya. Insya Allah 10 November bisa ditetapkan sebagai hari libur,” ujarnya, disambut tepuk tangan riuh.

”Tapi perjuangan saya ini tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan para pahlawan dulu. Pementasan ini saya persembahkan untuk ketenangan para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Jika pemerintah setuju, maka mereka akan tersenyum di surga,” ujar musisi 39 tahun itu.

Setelah membaca doa, Zainal mengajak semua orang menyanyikan Indonesia Raya. Tepat pukul dua belas malam. Surabaya telah pulas dalam tidurnya. Jalan-jalan lengang. Hanya satu-dua saja kendaraan yang lewat.

Banyak dari mereka yang menepikan kendaraannya kemudian menyaksikan acara tersebut. Ketika Indonesia Raya dinyanyikan, saat itulah Arul memulai pementasannya. ”Merdeka!,” tutup Zainal dalam sambutannya. Dijawab oleh para pengunjung dengan pekik yang sama.

Pendesain banner pementasan Arul yang juga ketua komunitas Lemon Tree’s Gombloh Lovers (Mogers), Affandy Willy Yusuf, menyebut bahwa Arul adalah seorang yang nekad tapi konsisten terhadap apa yang dilakukannya. “Dari dulu sejak ia hidup sebagai seniman di Jakarta, Arul sangat teguh terhadap prinsipnya. Saya yakin kali ini ia bisa,” ungkap pria 36 tahun itu.

Perlahan alunan biola Arul membawakan irama dari lagu-lagu nasional. Mulai dari Indonesia Pusaka, Padamu Negeri, Rayuan Pulau Kelapa, kemudian membawakan Berita Cuaca karya Gombloh sembari melirik rekan-rekannya dari komunitas Mogers. Beberapa orang juga bergantian membaca puisi di tengah alunan irama tersebut.

Di sorot lampu sinar, dua jam telah berlalu. Waktu menunjukkan pukul dua malam. Penonton masih setia. Beberapa dari mereka meneguk kopi dan asyik bernyanyi bersama-sama. Kurang empat puluh tiga jam lagi. Untuk melalui waktu sepanjang itu dengan terus bermain biola, seseorang harus cukup tenaga, cukup energi, cukup istirahat dan cukup gila. (Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas/bersambung)

Selanjutmya: Ziarahi makam tokoh besar Surabaya...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: