Amankan Granat dan Mortir Sisa Pertempuran
Ady sudah memberikan sumber-sumber literatur kesaksian pelaku sejarah, kliping koran sejaman, arsip laporan militer Jepang, hingga blueprint benteng tersebut.
Menurut blueprint, bangunan itu sudah dirancang sejak 1900 oleh Belanda. Jepang belum masuk ke Indonesia.
TACB tetap belum luluh. Mereka justru menyebut bahwa teknologi beton baru masuk ke Surabaya pada 1930. Temuan Ady dibantah.
Ady ngotot memperjuangkan status cagar budaya benteng itu. Semua data yang diberikan ke pemkot adalah hasil perjuangannya melakukan riset di Belanda selama satu bulan pada 2013. Tak ada yang mensponsori. Adi berangkat pakai uang sendiri.
Upaya pencarian fakta dari sumber literatur itu juga ditopang dengan temuan sisa-sisa peperangan. Saat Roodebrug menggelar kerja bakti setiap tahun, mereka menemukan sisa peluru dan senjata. “Paling banyak selongsong peluru. Aku juga pernah nemu mortir,” kata penulis buku Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu itu.
Ahmad Zaki menunjukkan granat temuannya.
(Foto: Ahmad Zaki untuk Harian Disway)
Minggu (7/11) lalu, Anggota Roodebrug Ahmad Zaki juga menemukan besi yang diduga granat. Mereka menduga itu adalah Rifle Grenade M9 yang banyak dipakai di Perang Dunia II.
Granat panjang itu tidak dilempar. Ada senapan khusus yang menembakkannya. Itu adalah senjata anti tank bikinan Amerika Serikat yang jadi salah satu andalan pasukan sekutu kala itu
“Saya temukan sebagian terpendam di dalam tanah. Hanya muncul bagian belakangnya saja. Namun saya curiga. Ada kawat menonjol,” kata Zaki kemarin. Granat itu diduga masih aktif. Zaki menemukannya di dekat Menara Searchlight.
Selain granat, komunitas juga menemukan ratusan peluru yang sudah berkarat. Mereka yakin, jika pihak berwenang atau peneliti mau melakukan proyek penggalian, akan ditemukan banyak sekali benda peninggalan Perang Dunia II. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: