Pedofil Jagakarsa Mirip Zombi
Pedofil sesama pria mirip zombi. Bekas korban bisa jadi pelaku. Setidaknya, itu kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Aris Adriansyah kepada pers terkait kasus pedofil Jagakarsa. "Tersangka mengaku, dulu jadi korban," ujarnya.
-------------
Kasus itu menghebohkan Jakarta. Tersangka pria lajang inisial FM, 29, tinggal di Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ia guru les bahasa Inggris yang buka konter jual pulsa di rumahnya.
Korban (yang mengakui) 14 anak laki-laki. Usia 4 sampai 11 tahun. Pelaku dan korban tinggal di daerah yang sama (bertetangga). Modus, pelaku memberikan tambahan pulsa data untuk game online yang dibeli para korban. Lalu, anak-anak itu dilecehkan secara seksual.
Dijelaskan penyidik, awalnya pelaku meraba-raba alat vital korban. Kemudian menelanjangi. Kemudian menyodomi.
Penyidik: "Ada juga korban dengan korban (sesama anak lelaki, yang sudah sering jadi korban) yang disuruh oral seks. Pelaku menonton. Korban paling kecil usia 4 tahun."
Kalau dijelaskan detail sangat tidak pantas. Kasihan keluarga korban. Yang kini sangat sedih.
Kasus itu meledak Senin (15/11) malam. Salah seorang korban cerita kepada ortunya. Dibegituin sama FM. Setelah korban cerita, menyusul dua saudara sepupu korban juga cerita ke ortu yang sama.
Akibatnya, si ortu sangat emosi. Seorang anaknya, dan dua orang keponakan, jadi korban FM.
Ketua RW setempat, Raden Taufik, kepada wartawan menceritakan: "Waktu kejadian, saya ditelepon Pak RT. Katanya, ada pelecehan seksual. Sampai di lokasi sudah ramai. Rumah pelaku sudah dikepung warga."
Ternyata, ortu yang dilapori anaknya langsung mendatangi rumah FM. Sambil teriak-teriak. Menggedor rumah FM yang tutup. Itu menarik perhatian tetangga. Yang kemudian tahu duduk persoalan.
Saat itu ada anak lain (juga korban) mengadu ke ortunya. Akibatnya, massa berkumpul di depan rumah FM. FM diketahui ada di dalam rumah.
Raden Taufik bersama ketua RT bisa masuk rumah tersebut. Ketemu FM yang ketakutan di dalam rumah.
Raden: "Kami mau mengevakuasi, tapi tak berani dengan situasi massa seperti itu. Sementara yang berhak itu kan aparat. Maka, warga telepon aparat. Tapi, aparat butuh waktu untuk sampai ke lokasi."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: