Dari Lagu menjadi Visual
Merealisasikan fantasi dan imajinasi, melepaskan diri dari realitas dunia nyata. Itulah yang menjadi kegemaran Marsyarif. Lukisan-lukisannya merespons beragam kejadian dalam bentuk sureal.
Pendiam dan ramah senyum. Itulah Marsyarif. Lagu kesukaannya sedari remaja yang berulang kali diputar adalah Delima di Pusara. Sebuah lagu Melayu milik Menara, sebuah grup musik dari Malaysia.
Pemusik mengimajinasikan sebuah fenomena melalui lirik dan nada. Sedangkan seorang pelukis mengimajinasikannya lewat bentuk dan warna-warni. Seperti halnya Marsyarif. ”Saya begitu menghayati lagu Delima di Pusara itu. Saya meresponsnya menjadi lukisan,” ungkapnya.
Ia menangkap makna dalam lirik Delima di Pusara. Yakni tentang perasaan kehilangan terhadap orang yang dikasihi. Tokoh dalam lirik lagu tersebut merasa sedih karena kekasihnya meninggal dunia.
Namun ia mencoba menguatkan diri dengan berpendapat bahwa meski seseorang telah tiada, sejuta kenangan tentangnya masih tetap tinggal. Kenangan itu diibaratkan sebagai buah delima yang merah merona, tumbuh di atas pusara makam.
Lukisan Marsyarif berjudul Misteri Delima di Pusara #2, menerjemahkan lagu tersebut dalam bentuk visual surealis. Sebuah jalan setapak yang di tengah-tengahnya terdapat nisan dan dua bunga kamboja yang merekah putih.
Sebuah delima tampak merekah dengan isi bagian dalamnya yang digambarkan secara lentur, seperti memuai layaknya lukisan lelehan jam dinding karya Salvador Dali.
Lampu minyak dengan sinarnya yang remang memberi cahaya pada latar yang suram. Di ujung terdapat bangunan tinggi seperti mercusuar yang tertutup kabut serta awan mendung bergelayut di sekitarnya.
”Seperti itulah bentuk imajinasi saya terhadap sebuah kenangan tentang seseorang yang telah pergi. Kenangan itu selamanya tetap tinggal dalam benak,” ungkap ayah satu anak itu.
Lampu minyak dengan nyala apinya ibarat memorabilia yang tetap hidup dari seseorang yang telah berpulang. Sedangkan mercusuar bermakna angan-angan, doa atau harapan yang begitu tinggi tentang kedamaian sang kekasih di surga.
Begitu imajinatifnya lukisan Marsyarif, membuat makna lagu dan bentuk visual dalam karyanya seperti mencerminkan pengalaman pribadi. Rasanya seperti ia pernah merasakan kehilangan yang perih lantas mencoba bangkit. Betulkah? ”Kalau perasaan kehilangan, semua orang pernah merasakannya. Tinggal bagaimana mengatasi rasa kehilangan itu. Orang yang berpulang tidak benar-benar pergi. Kenangan tentangnya masih tetap tinggal di hati,” ungkapnya.
Sebenarnya Misteri Delima di Pusara adalah karya berseri. ”Yang kedua ini saya buat baru saja. Pada tahun 2021 ini,” ujarnya. Sedangkan seri pertama lukisan tersebut telah dikoleksi oleh pihak Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), yang kini berubah namanya menjadi SMKN 12 Surabaya.
Marsyarif mengambil jurusan Seni Rupa di SMSR dan lulus pada 1997. Pascalulus, ia belum terjun sepenuhnya dalam dunia seni rupa. Melainkan memilih fokus bekerja sebagai tenaga desain dan percetakan di perusahaan swasta di Surabaya. “Ilmu yang saya dapat ketika sekolah, saya aplikasikan di dunia kerja,” ujar pria yang berdomisili di Menganti, Gresik itu.
Meskipun sibuk bekerja, Marsyarif tak begitu saja meninggalkan aktivitas melukisnya. Supaya kemampuannya tak hilang, ia punya tip. Yakni sebisa mungkin pelukis yang bekerja meluangkan waktu setiap hari untuk membuat beberapa sketsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: