Dari Lagu menjadi Visual
Selama ini Marsyarif aktif bersketsa. Berlembar-lembar kertas dihabiskannya untuk corat-coret. Baik ketika waktu istirahat maupun saat berada di rumah. ”Kalau benar-benar senggang, cobalah melukis. Fungsinya untuk terus melatih keluwesan tangan,” terangnya.
Pelukis 46 tahun itu ketika di rumah banyak menghasilkan lukisan realis. Biasanya ia melukis foto tokoh besar, atau wajah keluarganya. Sering pula ia menerima pesanan lukisan wajah. ”Kalau latihan, saya terus mengasah kemampuan melukis realisme. Jika pameran, barulah lukisan surealisme yang keluar,” ungkapnya.
Lukisan bergenre realisme bagi Marsyarif berguna untuk membentuk keahlian dalam berlogika visual meski lukisannya berbentuk surealisme. ”Se-sureal apa pun, tetap harus punya logika visual,” ungkapnya.
Misalnya menentukan pewarnaan dalam anatomi tubuh, latar dan membentuk objek atau figur tertentu. Baginya, jika realisme telah dikuasai, maka lebih mudah untuk mengarahkan karakter lukisan ke genre lainnya.
Pengetahuan itu didapatnya ketika menempuh studi di SMSR. Ketika menginjak kelas 3, ia ditugaskan pihak sekolah untuk magang atau Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tempat Asri Nugroho, pelukis kenamaan Surabaya. ”Dari magang di rumah pak Asri tersebut, saya mendapat banyak wawasan soal realisme,” ungkapnya.
Gemblengan realis dari pelukis Asri Nugroho membuatnya paham teknik percampuran warna, bahan untuk membuat tekstur kanvas dan lain sebagainya. “Lukisan pak Asri juga mengandung unsur sureal. Saya tertarik, kemudian mulai memelajari lukisan-lukisan realisme karya pelukis-pelukis dunia,” tuturnya. Dari situ ia mulai mengarahkan karyanya menuju surealisme.
Karya-karya Dali menjadi inspirasi terbesarnya. Sedangkan untuk pelukis Indonesia, ia mengagumi sosok Ivan Sagita. ”Bentuk-bentuk diluar realitas untuk memaknai sesuatu, berkelindan dalam kepala saya dan saya lebih bebas menuangkannya lewat surealisme,” ungkapnya.
Seperti kegelisahan Marsyarif terhadap fenomena kecanggihan teknologi. Di satu sisi memudahkan pekerjaan manusia, Di sisi lain pemanfaatan teknologi mengikis rasa sosial.
”Seperti smartphone. Terlalu terpaku dengan benda itu membuat interaksi sosial antar manusia berkurang. Semua dilakukan secara virtual. Jika tidak diantisipasi, manusia bisa kehilangan rasa empati dan individualis,” ujarnya.
Planet yang memiliki sulur-sulur yang mencengkeram smartphone dalam Tamu dari Dimensi Tiga adalah teknologi yang menjerat setiap sisi aspek kehidupan manusia. Latar lingkungan dengan tanah dan pohon tercerabut mengungkap kegelisahan. Tentang dampak teknologi yang membuat manusia tak memperhatikan alam sekitarnya.
Awan mendung ungu gelap dengan bulan sabit runcing mengintip di sela-sela. Surealisme memberi tawaran makna yang sangat luas dari keragaman objek imajinatif. Sekaligus bisa diinterpretasikan dalam bentuk apa pun.
”Kata Dali, surealisme adalah usaha untuk menebang kenyataan demi menganalisa persoalan-persoalan di sekitar kita. Itulah yang membuat saya enjoy menekuni genre tersebut,” pungkasnya. (Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: