Persidangan Arbitrase Harus Rahasia

Persidangan Arbitrase Harus Rahasia

DI masa pandemi, banyak persidangan yang dilakukan secara virtual. Alasannya agar protokol kesehatan bisa terus berjalan. Namun apakah persidangan virtual bisa menjaga rahasia persidangan?

Kemarin (20/11), Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) membuat seminar bertema: Penerapan Prinsip Kerahasiaan dalam Sidang secara Virtual pada Lembaga Arbitrase. Acara itu sekaligus memperingati hari jadi BANI Surabaya 40 tahun.

Sejak pandemi, persidangan arbitrase dilakukan secara virtual. Persidangan tersebut sifatnya tertutup. Maklum sidang itu sifatnya rahasia. Identitas termohon maupun pemohon tidak boleh diketahui publik. Perkara sidang dan hasil juga sifatnya rahasia.

"Dalam persidangan, ada termohon, pemohon dan majelis arbitrase. Nah setiap komponen ini harus setuju menggelar sidang daring. Kalau tidak, sidang akan dilakukan luring," kata Guru Besar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Prof Yohanes Sogar Simamora.

Menurut Sogar, kerahasiaan sidang arbitrase sangat penting. Sebab bisa berdampak pada nama baik perusahaan. Apalagi perusahaan yang sudah berstatus terbuka. Sebuah sengketa bisa menjatuhkan harga saham perusahaan. 

Berbeda ketika eksekusi putusan sidang. Seperti penyitaan. "Itu sudah boleh dipublikasikan. Karena sudah ranahnya pengadilan," kata alumnus Unair itu.

Sedangkan untuk kebocoran saat sidang, Sogar masih mencari cara. Sebab hal itu berkaitan teknis persidangan. Mungkin suatu saat nanti ada aplikasi khusus yang menjamin kerahasiaan sebuah sengketa bisnis.

Pada dasarnya, penyelesaian sengketa bisnis bisa dilakukan melalui dua metode. Yakni litigasi melalui pengadilan. Serta non-litigasi melalui lembaga arbitrase. Kebanyakan pengusaha menyelesaikan sengketa bisnis melalui metode non-litigasi. Sebab litigasi memakan waktu cukup lama.

Ketua BANI Surabaya Hartini Mochtar Kasran menjelaskan, selama sidang virtual, belum ada laporan mengenai kebocoran identitas saat persidangan. Namun kemungkinan kebocoran itu ada. Bahkan peluangnya besar.

Meskipun Mahkamah Agung sudah mengatur urusan persidangan daring, namun celah-celah kebocoran identitas merupakan pekerjaan rumah bersama. Apalagi di masa pandemi seperti ini. Yang kebanyakan persidangan dilakukan secara daring.

”PR BANI tahun ini menyelesaikan kerahasiaan perkara sidang daring. Tahun depan belum tahu apalagi yang akan dibahas,” katanyi.

Dari sisi waktu, persidangan melalui BANI relatif singkat. Dalam perundangan masa sidang badan arbitrase maksimal 180 hari. Putusan tersebut juga bersifat final dan mengikat.

Kemarin BANI juga membuat memorandum of understanding (MoU) bersama Unair dan Universitas Pelita Harapan (UPH) Surabaya. Kepala Prodi Ilmu Hukum UPH Surabaya Agustin Widjiastuti mengungkapkan mahasiswa UPH boleh melaksanakan magang di BANI. Untuk mengimplementasikan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM). 

Mahasiswa akan magang selama satu semester. Juga berpeluang untuk bekerja di tempat tersebut. ”Dosen UPH juga ada yang menjadi anggota BANI. Jadi kami harapkan ada regenerasi dari lulusan UPH,” ujarnyi. (Andre Bakhtiar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: