Konflik Internal PT Hobi Abadi Internasional Berakhir Laporan Polisi

Konflik Internal PT Hobi Abadi Internasional Berakhir Laporan Polisi

ANAK masih kecil dan tidak ada yang mengurus. Itu jadi alasan bagi Terdakwa Benny Soewanda dan Irwan Tanaya minta peralihan penahanan. Penahanan kota. Selama ini mereka ditahan di Rutan Polrestabes Surabaya. Karena dugaan pemalsuan surat. Richard Susanto-lah yang melaporkan mereka.

Dua terdakwa itu merupakan direktur PT Hobi Abadi Internasional. Sementara itu, pelapornya merupakan komisaris perusahaan tersebut. Peralihan penahanan itu diajukan melalui tim penasihat hukum terdakwa seusai pembacaan dakwaan di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

”Kedua klien kami ini tulang punggung keluarga. Jadi, kami mohon untuk penangguhan penahanan,” kata Irhamto, ketua tim penasihat hukum terdakwa, saat dikonfirmasi seusai persidangan Kamis (25/11).

Namun, majelis hakim tidak langsung menjawab permohonan tersebut.

Agenda sidang itu ialah pembacaan dakwaan. Dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pengganti, yaitu I Gede Willy Pradana. Dalam dakwaan disebutkan, permasalahan tersebut berawal saat pelaksanaan rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa. Dilakukan pada November 2020 di Max One Hotel, Dharmahusada.

Saat itu Richard tidak diundang. Padahal, kedua terdakwa mengetahui tempat tinggal saksi pelapor. Setelah RUPS luar biasa tersebut, tatanan direksi berubah. Terdakwa Benny menjadi direktur. Sementara itu, terdakwa Irwan menjadi komisaris. Penetapan tersebut sudah ditulis dalam akta notaris.

Richard yang awalnya sebagai komisaris dalam perusahaan itu dikeluarkan. Saksi korban adalah satu-satunya orang diberhentikan dalam RUPS. Tanpa diberi pembebasan dan pemberesan (aquit et de charge) atas tindakan pengawasan yang telah dilakukan. Yaitu, selama menjabat anggota komisaris perseroan.

Ada beberapa pertimbangan tindakan itu dilakukan. Pertama, saat menjadi komisaris, Richard seringkali bertindak seakan-akan dirinya adalah orang yang paling berwenang atas perusahaan tersebut.

Hal itu bertentangan dengan tugas dan wewenang dari seorang anggota dewan komisaris. Padahal, tugas komisaris sudah diatur dalam anggaran dasar perseoran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lalu, para terdakwa menilai Richard secara aktif, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah menginformasikan, menginstruksikan, dan memerintahkan konsumen untuk memberikan pembayaran barang ke rekening pribadi Richard. Bukan rekening perusahaan.

Pun, Richard telah menguasai beberapa aset perusahaan. Mulai kendaraan sampai persediaan barang dagangan milik perusahaan. Karena pertimbangan itu, akhirnya saksi korban dikeluarkan. Tapi, masih memiliki saham.

Karena tindakan tersebut, Richard merasa mengalami kerugian 200 lembar saham di PT Hobi Abadi Internasional. Dengan nilai seluruhnya Rp 200 juta. Karena itu, perbuatan para terdakwa diancam dengan pidana dalam Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana. Sidang itu akan dilanjutkan pekan depan. Agendanya eksepsi dari terdakwa. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: