Menjadi Netizen yang Santun Bermedia Sosial

Menjadi Netizen yang Santun Bermedia Sosial

Kehidupan harian masyarakat Indonesia memang tidak bisa terlepas dari kegiatan kumpul-kumpul. Berbagai macam kegiatan sangat rutin diadakan di sekitar kita, mulai dari membahas hal penting sampai hanya sekadar mengobati kerinduan.

Maklum, sebagian besar masyarakat Indonesia memang memiliki watak sosio-sentris yang menempatkan kehidupan sosial diatas segala-galanya. Interaksi dengan orang lain menjadi hal pokok yang harus ditunaikan. Sudah banyak survei maupun penelitian yang melegitimasi fakta tersebut.

Perkembangan teknologi digital menghadirkan ruang interakasi baru bagi masyarakat Indonesia, yaitu media sosial. Media sosial menjadi ruang yang sangat digandrungi masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dari angka penetrasi internet masyarakat Indonesia yang sangat tinggi. Berdasarkan Survei Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia tahun 2020, 73,7 persen dari total penduduk Indonesia menggunakan internet dan sebagian besar menggunakannya untuk berselancar di media sosial.

Sayang, angka penetrasi internet yang tinggi tidak diikuti dengan literasi dan etika bermedia yang semakin membaik. Media sosial yang memberikan keleluasaan serta menjamin kebebasan, seringkali digunakan sebagai wahana untuk mengekspresikan diri sebebas-bebasnya.

Norma-norma kesopanan yang dijunjung tinggi di negara ini seakan hanya menjadi nyanyian lama. Predikat kesopanan dan keramahan masyarakat Indonesia yang telah diakui dunia, seakan terkubur dengan realitas yang terjadi di media sosial.

Laporan dari Digital Civility Index (DCI) Microsoft pada tahun 2020 mengafirmasi keberadaban pengguna media sosial (netizen) Indonesia yang sangat rendah. Survei pada 16.000 responden di 32 negara itu menunjukkan Indonesia berada di peringkat terendah di Asia Tenggara dan peringkat ketiga terbawah dari 32 negara yang diteliti.

Indeks survei tersebut disusun dari banyak kriteria seperti penyebarluasan ujaran kebencian, berita bohong, diskriminasi, maupun bullying secara daring.

Dari survei yang sama, diketahui bahwa netizen yang berusia dewasa memperoleh skor 83 persen (semakin mendekati 100 persen, semakin kurang beradab). Mari kita bandingkan dengan Singapura dan Belanda yang pengguna media sosialnya memperoleh 59 persen dan 51 persen.

Angkanya sangat jauh. Lebih miris lagi, hanya 33 persen netizen Indonesia yang berperilaku terhormat di media sosial. Keadaan ini semakin memburuk setiap tahunnya.

Tak perlu berselang lama setelah laporan ini dirilis, netizen Indonesia memberikan bukti yang sangat akurat terkait hasil laporan tersebut. Netizen merasa tidak terima dianggap berperilaku buruk di media sosial. Netizen Indonesia ramai-ramai membanjiri kolom komentar instagram Microsoft dengan hujatan dan ujaran kebencian.

Netizen menuliskan sumpah serapah dan nama-nama hewan di kebun binatang mendadak memenuhi komentar instagram Microsoft. Microsoft sampai angkat tangan dengan menonaktifkan fitur komentar.

Tak hanya akun instagram Microsoft, netizen Indonesia yang memang terkenal barbar ini sebelumnya juga telah menyerang akun instagram lainnya. Akun lembaga All England, akun Badminton World Federation (BWF), akun GothamChess dan juga banyak akun media sosial milik personal lain, telah menjadi sasaran empuk netizen Indonesia. Mereka bahu-membahu menerjang siapa pun yang dianggap lawan. Apalagi dalam peristiwa yang dianggap mengganggu harkat dan martabat bangsa, kekompakan netizen jangan diragukan lagi.

Sayang, gerakan kolektif netizen Indonesia ini seringkali tidak memiliki dasar argumen yang jelas. Netizen Indonesia seringkali terkesan main hakim sendiri. Asas praduga tak bersalah sering diabaikan begitu saja.

Tak hanya itu, netizen Indonesia sepertinya mengklaim adagium ‘Vox Populi, Vox Dei’ (Suara Rakyat, Suara Tuhan). Netizen beranggapan bahwa suaranya mewakili suara seluruh rakyat Indonesia, dan bahkan mewakili suara Tuhan yang memvonis baik dan buruk. Padahal, tentu saja suara netizen rasanya belum tentu sama dengan suara rakyat, apalagi suara Tuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: