Ganti-Ganti Pemilik, Balik Lagi ke PBNU

Ganti-Ganti Pemilik, Balik Lagi ke PBNU

Dari berbagai sumber surat kabar, PBNU sebenarnya memiliki dokumen resmi kepemilikan bangunan tersebut. Namun karena tidak terarsipkan dengan baik, dokumen itu hilang. Kyai Asep pun menandatangani kembali berbagai dokumen persyaratan yang diajukan oleh notaris. Sehingga proses pewakafan dilakukan dua kali.

Setelah Sandrio, penjaga pertama wafat, pihak PBNU mempercayakan rumah itu pada istrinya, Satemah, ibu Gojali. “Ibu saya meninggal sudah delapan tahun lalu. Makanya sekarang saya yang jaga,” ungkapnya.

Secara keseluruhan, luas bangunan tersebut adalah 8x15m². Terdiri atas ruang tamu, ruang atas, dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi belakang. Namun kondisinya tak begitu terawat. Gojali, meskipun diberi amanat untuk menjaga, ia sehari-hari bekerja dengan ikhlas tanpa digaji. Bahkan keperluan membayar listrik berasal dari kantong pribadinya. 

“Yang namanya amanah itu akan saya jaga betul. Alhamdulillah rezeki masih ada. Baik dari sumbangan pengunjung atau dari pekerjaan saya sebagai tukang serabutan,” ungkapnya. Menurutnya, rezeki itu juga berasal dari doa kawan-kawan NU serta doa para kiai yang pernah menempati tempat itu ketika perang 10 November 1945. “Kyai yang berada di surga pasti mendoakan saya. Beliau-beliau itu kiai yang linuwih. Termasuk ketika perang 10 November,” ungkapnya.

Kemudian ia mendekatkan kepalanya, setengah berbisik. “Lihat halaman depan,” perintahnya. Ada apa? “Dulu, berkat karomah para Kyai, tentara Inggris enggak bisa melihat bangunan ini. Jadi para santri leluasa menyerbu mereka dari halaman itu,” ungkapnya. (Guruh Dimas Nugraha)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: