Ganti-Ganti Pemilik, Balik Lagi ke PBNU

Ganti-Ganti Pemilik, Balik Lagi ke PBNU

Markas Besar Oelama yang terletak di Gang Satria, Kedungrejo, Waru, pernah berganti kepemilikan beberapa kali. Hingga kini, bangunan tersebut berada di bawah PBNU. Penemuan bangunan tersebut berkat jasa Gus Dur dan Kiai Asep.

DALAM suatu acara di Jombang, Gus Dur kebetulan sedang duduk di bangku depan mimbar. Saat itu ia masih menjabat ketua PBNU. Gus Dur duduk didampingi Kiai Asep Saifuddin Chalim, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Siwalankerto, Surabaya.

Tiba-tiba pria yang kelak menjadi presiden keempat RI itu berkata pada Kiai Asep, “Mas, tolong cari jejaknya Markas Besar Ulama di sekitar situ. Bangunannya masih ada,” ujarnya. 

Kyai Asep tentu mengerti dengan bangunan yang dimaksud Gus Dur. Bangunan bersejarah tempat KH Bisri Syansuri dan KH Wahab Hasbullah mengoordinasi santri-santrinya untuk melawan Inggris. Konon, KH Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur yang juga pendiri NU juga pernah ke sana.

Untuk mencari jejak bangunan itu tentu tak mudah. Kyai Asep dibantu PCNU Surabaya mencari berbagai catatan dan para saksi sejarah untuk menemukannya.

Setelah melakukan penelusuran, ditemukanlah bangunan kuno yang berada di Gang Satria, Kedungrejo, Waru itu. Kyai Asep membeli seluruh lahan tersebut. Kemudian diwakafkan pada PBNU. Secara resmi, pewakafan itu dilakukan pada 13 November 2019. Penandatanganan wakaf oleh Kyai Asep, disaksikan KH Sholeh Hayat di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet.

Tiga hari setelahnya, tepatnya 16 November 2019, PWNU mengadakan napak tilas sejarah Markas Besar Oelama di halaman bangunan tersebut, dengan acara pengajian pula.

Jauh sebelumnya, bangunan itu telah dipasrahkan untuk dijaga oleh Sandrio, warga NU yang bertempat tinggal persis di belakang bangunan tersebut.

“Pak Sandrio itu bapak saya. Sekarang pemegang amanat untuk merawat Markas Besar Oelama ada pada saya,” ujar Ahmad Gojali, satu-satunya orang yang bisa ditemui di bangunan tua itu. “Cerita tentang sejarah Markas Besar Oelama juga saya dapatkan dari bapak dan kawan-kawan NU,” tambahnya. 

Ahmad Gojali menunjukan interior atas yang masih asli dan berbahan kayu yang sudah mulai keropos.
(Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)

Sebenarnya, Gojali punya rumah di daerah Kureksari, Sidoarjo. Tapi ia hanya mengunjungi rumah pribadinya ketika malam. Tiap pagi hingga sore, Gojali berada di bangunan itu. Siapa saja yang berkunjung ke Markas Besar Oelama pasti ditemui olehnya.

Konon rumah tersebut didirikan pada tahun 1939. Sebagai bangunan era kolonial yang masih asli, di dinding bagian atas depan rumah tersebut seharusnya terdapat petunjuk berupa tulisan Anno 1939. Namun karena telah keropos, tulisan tersebut sama sekali hilang. Mengelupas dan rapuh. Hingga batu bata bagian dalamnya terlihat. 

Tak diketahui nama orang yang pertama kali memiliki bangunan tersebut. Namun pasca kemerdekaan, bangunan itu dimiliki oleh seorang pengusaha muslim bernama Haji Rais. “Kaji Rais punya dua istri. Istri pertama, Nyi Khalimah, dulu menempati rumah ini. Tapi tidak punya anak. Istri kedua, saya lupa namanya. Punya anak tiga,” ujarnya.

Setelah Nyi Khalimah wafat, rumah itu ditempati oleh Ahmad Dimyadi, putra kedua dari istri kedua Haji Rais. “Pak Dimyadi menempatinya pada tahun 1991. Lalu pada 1999, dijual pada seseorang bernama Umar Hamid,” ungkap pria 52 tahun itu.

Tahun 1999 bertepatan dengan periode terakhir kepemimpinan Gus Dur sebagai Ketua PBNU, ia memberi amanat pada Kyai Asep untuk mencari bangunan Markas Besar Oelama. “Setelah ketemu, diserahkan pada PBNU. Waktu itu Ketua PBNU dipegang oleh KH Hasyim Muzadi,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: