Rumit tapi Bikin Rileks
”Mungkin bisa seperti itu. Tapi saya genre-genrean enggak begitu paham. Yang penting melukis, mengikuti kata hati dan gerak tangan,” ujar guru seni rupa SMP Kristen Petra 3 tersebut.
Ornamen yang diguratkannya dalam lukisan itu dibuat tanpa memikirkan bentuknya terlebih dahulu. Ia membiarkan tangannya mengalir dan membentuk objek-objek tersebut.
Tentu melukis dengan gaya dekoratif yang menekankan detail, membutuhkan waktu lama. “Kalau jadi sarana terapis, berapa lama pun jadi asyik,” tuturnya.
Ia menjadi pelukis berkat dorongan beberapa kawan. Mulanya, ia mengikuti workshop kaca di Galeri Pixma, Tegalsari, Surabaya. Tepatnya pada 2016. Saat itu ia bertemu dengan pelukis perempuan bernama Aimee Tri.
”Aimee yang mendorong dan menyemangati saya. Awalnya enggak yakin, kemudian memberanikan diri. Saya suka dapat banyak teman,” ungkapnya.
Dari Aimee pula ia diajak bergabung ke berbagai komunitas seni dan berpameran. Seperti Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI) Jatim, Komunitas Lukis Cat Air (Kolcai) dan sebagainya.
Kegiatan melukis pertamanya di atas kanvas adalah ketika ia diajak untuk melukis bersama dengan tema Go Green Surabaya. ”Diajak Aimee serta putrinya, Avy, yang juga pandai melukis,” ujarnya.
Dari kegiatan itu ia mencoba-coba menggoreskan gambar. Mulai dari membuat background bidang cekung dengan warna gradasi, juga menambahkan beberapa objek pohon dalam lukisan tersebut. Empat di antaranya tumbuh subur dengan daun-daun. Selebihnya mengering.
Warna cerah di pusat latarnya seakan menggambarkan sinar ultraviolet yang sangat panas hingga membuat pohon-pohon meranggas. ”Yang di tengah itu seperti mata Tuhan. Mengawasi kita setiap saat agar kita tak lalai terhadap kelestarian lingkungan,” ujarnya. Atau bisa saja Hermin sedang mengetengahkan tema pemanasan global.
Seniman Taufik Monyong, menurut Hermin, memiliki perspektif berbeda ketika memaknai lukisan berjudul Window of Life itu. ”Mas Taufik bilang kalau lukisan saya dibalik, maknanya seperti wujud kelahiran manusia. Bebas-bebas saja kalau beliau memaknainya seperti itu,” ungkapnya.
Hermin baru menemukan karakter karyanya yang cenderung dekoratif pada masa pandemi. Tepatnya pada 2020. Dia mengidolakan pelukis Vincent Van Gogh, namun pengaruhnya hanya pada paduan warna gelap-terang dan sesekali cerah.
Seperti halnya Starry Night. Namun secara keseluruhan, justru gayanya itu terpengaruh pada motif-motif ornamentik dalam buku adult coloring, atau buku mewarnai untuk dewasa. ”Memang rumit, tapi kerumitannya itu membuat kita rileks,” ujarnya.
Dia merasa bahwa energinya untuk melukis dengan gaya dekoratif cukup besar. Mulanya Hermin menggambar langsung motif dan objeknya pada kanvas, baru diberi warna. Namun cara seperti itu sangat menyita waktu.
Dia pun dalam karya-karya terbarunya, mencoba membuat warna latarnya terlebih dahulu, baru kemudian memberinya detail motif-motif. Tak lupa ia beri aksentuasi kontur putih atau warna tegas lainnya untuk memperjelas, seperti dalam lukisannya berjudul Wonderful Life dan Ik Hou van Jou Schat #2nd.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: