Inflasi Jatim Naik di Bulan November
JAWA TIMUR kembali mengalami inflasi pada November 2021. Kali ini sebesar 0,35 persen. Angka itu naik hampir dua kali lipat dari Oktober. Yakni hanya mencapai 0,18 persen. Ada faktor yang sama pada inflasi yang terjadi selama dua bulan tersebut.
Yaitu, inflasi tertinggi tetap terjadi pada kelompok pengeluaran makanan dan minuman/restoran. Mencapai 0,52 persen pada Oktober, lalu naik menjadi 0,76 pada November. Tertinggi kedua juga sama: kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Yang juga mengalami kenaikan.
Pada Oktober lalu mencapai 0,31 persen. Kemudian naik menjadi 0,67 persen pada November. “Urutan ketiga sampai sebelas diisi oleh kelompok pengeluaran yang beda,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Timur Dadang Hardiwan saat konferensi pers virtual, kemarin (1/12).
TRANSAKSI pedagang dan pembeli di Pasar Wonokromo. (Foto: Fadhilah-Harian Disway)
Menurutnya, inflasi terjadi karena kenaikan harga yang cukup tinggi pada 11 indeks kelompok pengeluaran. Pada Oktober lalu, semua kelompok tersebut mengalami inflasi. Namun, berbeda dengan yang terjadi pada November. Yakni terdapat 9 kelompok pengeluaran mengalami inflasi.
“Satu kelompok mengalami deflasi dan satu lainnya tidak mengalami perubahan,” jelas Dadang. Yang mengalami deflasi adalah kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen. Sedangkan yang tidak mengalami perubahan adalah kelompok pendidikan.
Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Sumenep mencapai 0,65 persen. Sedangkan yang terendah terjadi di Kota Madiun sebesar 0,22 persen. Dan Kota Surabaya menempati urutan ketiga sebesar 0,39. Naik dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,20 persen.
Ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada November. Di antaranya, telur ayam ras, minyak goreng, pepaya, angkutan udara, nasi dengan lauk, emas perhiasan, cabai merah, pasta gigi, dan minuman ringan.
Dadang juga memaparkan bahwa terdapat dua komoditas yang menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi di Jawa Timur. Pertama, komoditas telur ayam ras dan minyak goreng dan komoditas emas perhiasan. Sedangkan, yang menjadi penghambat utama terjadinya inflasi juga ada dua komoditas. Yakni komoditas tomat dan daging ayam.
“Tapi di Kediri dan Madiun, komoditas perhiasan bukan menjadi penyumbang utama inflasi,” katanya. Begitu juga di Sumenep, komoditas tomat tidak menjadi penghambat utama inflasi. Dan komoditas daging ayam ras tidak menjadi penghambat utama inflasi di Kediri dan Probolinggo. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: