Awalnya Nekat, Sekarang Memberikan Berkat

Awalnya Nekat, Sekarang Memberikan Berkat

ANAK-ANAK saat ini sudah makin sulit dilepaskan dari gawai alias gadget. Mereka merasa menemukan keseruan di sana. Padahal, terlalu sering menggunakan handphone malah memberikan dampak buruk. Baik secara psikis, mental, maupun psikomotorik.

Berawal dari kecemasan itu, Nicho Priambodo dan Achmad Irfandi berbuat sesuatu. Keduanya merancang kawasan yang bisa membuat anak-anak lupa sejenak dengan gawainya. Tercetuslah Kampung Lali Gadget. Bertempat di Dusun Ngumbuk, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo.

Keresahan tersebut muncul lantaran Nicho dan Irfan, sapaan akrabnya, sering melihat anak kecil di desanya nongkrong di warung kopi demi koneksi internet kencang. Mereka kemudian asyik dengan gawai masing-masing. Entah itu main game online, berselancar di dunia maya, ataupun kegiatan digital lainnya.

Sebenarnya Kampung Lali Gadget bukan ide mereka. Saat masih duduk di bangku SMA dan ikut Pramuka, mereka ingin membuat bumi perkemahan. Sesuai dengan kebutuhan organisasi. Namun, kenyataan di lapangan berbeda dari imajinasi mereka. Banyak kendala untuk membuat bumi perkemahan.

 Tapi, semangat keduanya tak padam. Tetap dengan mengusung keresahan yang telah dirasakan sejak lama. Akhirnya keduanya memberikan pilihan untuk anak-anak selain gawainya.

Menurut keduanya, masa anak-anak harus diisi dengan bermain, bergerak, dan bereksplorasi. Tapi, kini malah tergantikan dengan acara duduk berdiam diri. ”Menunduk sambil menatap layar handphone. Durasinya bisa sampai berjam-jam,” kata Irfan.

Gemas akan hal itu, Irfan pun bergerak. Ia kemudian berhasil meyakinkan perangkat desa untuk meminjamkan lahan seluas 45 x 50 meter. Di lahan milik desa, ia membuat sentra kegiatan bagi anak-anak. Sekaligus memberdayakan masyarakat setempat untuk membuat mainan, lalu menjualnya. Warga sekitar juga menjajakan makanan dan minuman. Harapannya, taraf ekonomi warga dapat terangkat.

Maret 2018, keduanya menyiapkan konsep Kampung Lali Gadget dan disampaikan ke Komunitas Wonoayu Kreatif. Siapa sangka, ide tersebut disambut antusias.

Mereka berhasil mengumpulkan sembilan anggota untuk menginisiasi kegiatan pertama. Acara permainan dan mewarnai untuk anak-anak Desa Bendet, Kecamatan Wonoayu.

Lokasi tersebut dipilih bukan tanpa pertimbangan. Saat itu, di desa tersebut masih susah sinyal. Wifi pun terbatas.

”Saya punya ide memvariasikan literasi dengan permainan tradisional. Melawan kecanduan gadget dengan permainan tradisional dan muncul istilah dolanan tanpo gadget yang sekarang jadi Kampung Lali Gadget,” jelasnya.

Pemuda berusia 27 tahun itu berupaya mengembalikan suasana keakraban masyarakat desa dan kearifan lokal yang mulai hilang tergerus kemajuan zaman dengan konsep permainan tradisional, seni budaya, kuliner, literasi (budaya baca-tulis), dan desa edukasi. Permainan tradisional hanyalah alat membentuk karakter dan penyeimbang penggunaan gawai.

Irfan dan Nicho lalu melanjutkan dengan mendatangi rumah ke rumah untuk menyosialisasikan kegiatan. Termasuk mendekati taman kanak-kanak demi mengumpulkan peserta. Usaha yang terbilang nekat itu pun membuahkan hasil.

Sebanyak 80 anak datang dan bermain di acara tersebut. Semua biaya hasil swadaya. Urunan para anggota komunitas dan uang pribadi Irfan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: