Darurat NU

Darurat NU

Kembali ke Staquf.

Jebolan UGM dan Ponpes Al Munawir, Krapyak, itu bisa jadi juga napak tilas perjalanan karier Gus Dur dan Kiai Said. Ia bisa terpilih menjadi ketua umum PBNU setelah menjabat katib aam.

Sebelum memutuskan untuk menjadi calon Ketum PBNU, Staquf telah sowan ke para kiai sepuh. Juga menemui Kiai Said untuk meminta restunya. Itu jauh hari sebelum Kiai Said memastikan maju kembali sebagai calon.

Ketika itu Kiai Said telah merestuinya. Karena memang beliau sudah dua periode memimpin NU. Jadi, secara adab ke-NU-an, Staquf telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Tidak asal ingin maju.

Bahwa kemudian Kiai Said memutuskan untuk mencalonkan diri kembali, itu di luar dugaan. Ia tak mungkin mundur karena telah didukung para kiai sepuh dan mayoritas PWNU serta PCNU sebagai pemilik suara di muktamar.

Apa latar belakang Kiai Said untuk maju kembali? Adakah kepentingan politik di balik keinginannya menjabat Ketum PBNU kali ketiga? Saya belum pernah mendapat konfirmasi langsung dari Kiai Said.

Yang hampir pasti, muktamar NU di Lampung 17 Desember 2021 akan berjalan. Diikuti maupun tidak diikuti Ketum PBNU Kiai Said Aqil Siroj. Panitia muktamar juga sudah siap menggelar perhelatan itu.

”Saya tentu taat dengan perintah rais aam. Tapi, akan lebih baik kalau memajukan muktamar ini juga disepakati Ketum PBNU,” kata Ketua Steering Commitee Muktamar Prof Dr Mohammad Nuh.

Muktamar Lampung menjadi menarik karena menentukan arah perjuangan NU menjelang seabad. Di luar dinamika yang mewarnainya, inilah muktamar yang akan menentukan wajah ormas Islam terbesar itu ke depan.

Akankah NU hanya menjadi seperti sekarang atau makin menancapkan pengaruhnya lebih luas? Akankah NU melahirkan peradaban baru di dunia seperti saat ia menjadi tonggak lahirnya Indonesia ketika didirikan?

Bagi NU, dinamika internal kepemimpinan seperti menjelang muktamar NU Lampung ini sudah biasa. Tidak pernah lahir NU perjuangan. Bahkan, kekuasaan sekuat Presiden Soeharto pun tak berhasil mensponsori lahirnya NU tandingan.

Gus Dur memimpin NU tiga periode karena ormas berbasis pesantren itu butuh nakhoda yang siap menghadapi badai besar. Badai yang diciptakan Presiden Soeharto yang tak menginginkan NU pegang kendali pengaruhnya.

Sekarang NU tak ada lagi masalah dengan pemerintahan. Yang diperlukan justru sosok yang berpikir besar. Yang bisa menyiapkan warga nahdliyin memiliki kiprah global. Tidak hanya mempertahankan nilai-nilai ke-NU-an ke dalam.

Diperlukan sosok yang bisa berpikir strategis bagi masa depan NU di tengah perubahan. Sosok yang bisa mengekspor gagasan-gagasan ke-NU-an ke penjuru dunia. Khususnya gagasan keagamaan yang mengedepankan Islam damai: Islam rahmah.

Dunia sedang butuh yang seperti ini. Yang selama ini lebih banyak mengenal wajah peradaban Islam dengan wajah kekerasan. Seperti konflik berbalut agama yang mewarnai Timur Tengah. Islamofobia bersumber dari fakta Islam yang terus konflik di wilayah itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: