Berlaku Hidup Serupa Pohon

Berlaku Hidup Serupa Pohon

Kecintaan Woro Indah Lestari terhadap alam, utamanya terhadap pohon dituangkan dalam karya-karyanya. Sebuah pohon dapat memuat beberapa makna filosofis, mulai dari karakter, pertumbuhan dan perubahan.

Pohon adalah puisi yang ditulis bumi di atas langit. Kata bijak dari penyair ternama Kahlil Gibran itu merupakan ekspresi kekagumannya terhadap pohon. Senada, George Nakashima berpendapat bahwa sebuah pohon adalah kontak pertama paling intim antara manusia dan alam.

Pelukis Woro pun. Dia begitu terkesima dengan pohon. Itulah mengapa Woro mengangkatnya menjadi pembawa tema-tema kemanusiaan dalam karyanya.

Baginya, lewat pohon manusia dapat memaknai kehidupan. ”Sebatang pohon memvisualisasikan sosok yang diam. Namun berkontribusi bagi sekitarnya,” ungkapnya.

Bahkan bila sosok tersebut pernah sakit karena tertusuk oleh keburukan, baik dari dalam maupun dari luar, ia akan senantiasa tegar. Terus bertumbuh dan konsisten dengan prinsip yang mengalir dalam dirinya.

Tak henti menebar kebaikan bagi sekitarnya. Layaknya pohon yang menumbuhkan ranting-ranting menjalar, juga dedaunan yang mampu memberi keteduhan bagi mahluk lainnya.

”Sebuah pohon selalu memberikan yang terbaik bagi sekelilingnya. Entah disadari atau tidak,” ungkapnya. Hal itu tergambar jelas dalam karyanya berjudul Cerita tentang Pembisu

Karya itu mengingatkan tentang masa kanak-kanak. Ketika kita ingin bermain ketangkasan melempar pisau dan tak ada papan sasaran, maka yang dilakukan adalah mengiris kulit pohon membentuk bulat hingga terlihat serat bagian dalamnya.

Tak jarang ketika diiris, pohon mengeluarkan getah merah serupa luka. Begitu pula yang dimaknai oleh Woro. Bahwa pohon kerap dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, bahkan menyangkut hal-hal remeh.

”Pohon memang ditakdirkan diam dan menjalani keterbatasan dalam hidupnya. Tapi dalam diam itu ia terus memberi manfaat,” ujar perempuan 40 tahun itu.

Cerita Tentang Pembisu, 70cm×90cm, mixed media (kayu, pisau, redin, bubuk kertas, lem, semen, cat akrilik pada hardboard), 2021.

Terlihat sebuah pisau yang menancap pada batang pohon dan getah berwarna merah darah dalam Cerita tentang Pembisu. Alur serat kulit pohon yang memadukan warna-warni kayu dengan gelap terang, serta bias di beberapa sudutnya membuncahkan daya gerak ekspresif.

Bisa dimaknai sebagai jeritan, meronta atau menggeliat ketika benda tajam itu melukai tubuhnya.

Woro tak tahu persis kapan dia mulai mengubah gaya melukisnya dan menyelami dunia pohon beserta segala filosofinya. ”Kalau dulu, saat kuliah sampai awal aktif di seni rupa, tema-tema saya cenderung politik,” ujarnya.

Kritik sosial, kritik kebijakan dan lain-lain mendominasi seluruh karyanya pada saat itu. Hingga Woro mencapai titik jenuh dan mulai melihat alam sekitarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: