Penjual Plasma Konvalesen Dituntut Dua Tahun

Penjual Plasma Konvalesen Dituntut Dua Tahun

BERNADYA Anisah Krismaningtyas langsung meneteskan air mata seusai mendengarkan pembacaan tuntutan. Dia tak kuasa menerima kenyataan bahwa dirinya terancam penjara dengan waktu lama. Pembacaan tuntutan itu dilakukan di Ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (9/12).

Jaksa penuntut umum (JPU) Hari Basuki menuntut Bernadya dan terdakwa M. Yunus Efendi masing-masing dua tahun penjara. Sebab, jaksa menilai keduanya terbukti memperjualbelikan plasma darah konvalesen secara ilegal.

Jaksa menganggap dua terdakwa itu melanggar Pasal 195 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Keduanya telah melakukan tindak pidana dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apa pun," kata Hari.

Kedua terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 100 juta. Jika tidak sanggup membayar, diganti dengan kurungan tambahan selama tiga bulan penjara. Perbuatan mereka dianggap telah merugikan orang lain.

Selain itu, mereka memanfaatkan kondisi yang telah terjadi untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan pribadi. Padahal, saat itu banyak orang yang membutuhkan plasma darah konvalesen.

Kedua terdakwa tidak didampingi penasihat hukum. Karena itu, mereka minta waktu untuk menyusun pleidoi yang akan disampaikan di persidangan. "Mohon waktu seminggu untuk pembelaan, Yang Mulia," kata Bernadya yang mengikuti persidangan itu secara online.

Sebenarnya, saat itu terdakwa Yogi Agung Prima Wardana juga menjalani persidangan tuntutan. Namun, penasihat hukumnya, Utcok Jimmi Lamhot, sempat protes. Sebab, seharusnya ketua majelis hakimnya berbeda. Sidang kemarin dipimpin hakim Martin Ginting.

”Harusnya ketua majelis hakimnya Johanis Hehamony. Itu keberatan kita yang pertama. Kedua, kemarin kan ditunda agendanya menghadirkan saksi ahli. Jadi, harusnya sekarang (kemarin, Red) agendanya ahli. Bukan tuntutan. Jadi, sidang untuk terdakwa Yogi ditunda minggu depan,” katanya seusai persidangan.

Bernadya bekerja sebagai petugas jaga unit gawat darurat (UGD) di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Ketika itu dia bekerja sama dengan Yogi Agung Prima Wardana yang bekerja sebagai petugas Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Surabaya.

Kerja sama mereka memperjualbelikan plasma darah. Bernadya berperan mencari pasien calon penerima donor. Setelah mendapat calon penerima donor, perempuan itu menghubungi Yogi untuk menyiapkan calon pendonor.

Bernadya juga mengunggah informasi di media sosial. Seolah-olah sebagai keluarga pasien calon penerima donor untuk mendapatkan pendonor. Sementara itu, Yunus berperan membantu Yogi mengarahkan calon pendonor darah di PMI.

Plasma darah itu dijual dengan harga yang sangat tinggi. Pengakuan salah seorang korban yang dihadirkan di persidangan sebagai saksi, keluarga mereka membeli plasma darah itu sebesar Rp 5,5 juta. Padahal, harga yang ditetapkan negara hanya Rp 2.250.000. (Michael Fredy Yacob)

bit.ly/3Eb2Rhk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: